Jakarta, FORTUNE - Pemerintah merealisasikan rencana impor 500 ribu ton beras dengan dalih menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP). Pada Jumat (16/12), 10.000 ton beras impor asal Vietnam telah masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Merak.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, menyatakan sangat menyesalkan keputusan pemerintah karena membuktikan lemahnya tata kelola cadangan pangan.
"Bulog sebagai badan yang berperan mengurusi cadangan pangan nasional lemah dalam perencanaan dan tidak menjalankan peran dan fungsinya," kata dia dalam keterangan yang dikutip Selasa (20/12).
Bulog melakukan impor demi menimbang absennya ketersediaan beras dalam negeri. Sementara, Henry menyatakan Oktober–Desember merupakan musim panen kecil dan harganya tinggi. Padahal, periode Maret–Juni ada panen raya, tapi Bulog tidak membeli gabah.
“Di bulan-bulan sekarang ini seharusnya Bulog bukan membeli gabah, tapi mengeluarkan cadangan gabah atau berasnya. Sesuai namanya, Badan Urusan Logistik, yang berkaitan dengan cadangan. Beli gabah di saat panen melimpah. Jangan saat panen kecil justru mau membeli gabah," ujarnya.
Ketika panen besar tahun ini, hasil dari petani melimpah. Hal ini sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data SPI sendiri menunjukkan harga gabah ketika panen raya kemarin jatuh. "Mirisnya, Bulog kurang berperan beli gabah pada saat itu," keluhnya.
Henry mengatakan jika Bulog tidak mengubah harga, pada panen besar tahun depan akan kembali terjadi penurunan harga. “Tahun lalu saja kita tidak impor, harganya saja sudah jatuh dan tidak diserap Bulog. Harga gabah dan beras pas panen raya kemarin hanya Rp3.000–3.500, jauh di bawah HPP yang Rp4.200,” ujarnya.