Kementerian ESDM Tetapkan Denda Rp6,5 miliar per Hektar Bagi Pelanggaran Tambang di Hutan

- Kementerian ESDM menetapkan denda administratif bagi pelanggar kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan untuk komoditas strategis.
- Besaran tarif denda ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan, dengan sanksi tertinggi mencapai Rp6,5 miliar per hektare untuk pelanggaran pertambangan Nikel.
- Regulasi ini dibuat untuk menindak pelanggar kaidah pertambangan yang merugikan masyarakat dan menanggulangi kerugian negara serta dampak lingkungan.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkaan denda administratif bagi pelanggar kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di kawasan hutan untuk komoditas strategis. Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batubara.
Dalam regulasi tersebut, besaran tarif denda ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan dengan sanksi administrasi tertinggi dikenakan untuk pelanggaran pertambangan nikel, yaitu mencapai Rp6,5 miliar per hektare (ha).
Sementara itu, komoditas bauksit dikenakan denda sebesar Rp1,7 miliar per ha, komoditas timah sebesar Rp1,2 miliar per ha, dan batubara sebesar Rp354 juta per ha.
"Perhitungan penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dalam Keputusan ini didasarkan hasil kesepakatan Satgas PKH sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Selaku Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Nomor B-2992/Set-PKH/11/2025 tanggal 24 November 2025," demikian bunyi salah satu pasal Kepmen tersebut yang dikutip pada Kamis (10/12).
Dengan demikian, seluruh denda administratif tersebut akan ditagih oleh Satgas PKH dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada sektor energi dan sumber daya mineral. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dan menjadi dasar bagi langkah penindakan oleh Satgas terhadap pelanggaran di lapangan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kebijakan ini dibuat untuk menindak pelanggar kaidah pertambangan, terutama bila aktivitas tersebut merugikan masyarakat, sekaligus menanggulangi kerugian negara dan dampak lingkungan.
"Kalau kita mendapatkan dalam evaluasi mereka melanggar, tidak tertib, Maka tidak segan-segan kita akan melakukan tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Saya tidak segan-segan cabut," ujarnya
Regulasi ini ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada 1 Desember 2025 merupakan tindak lanjut dari Pasal 43A Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.


















