NEWS

Krisis Energi, Tiongkok Kembali Masukkan Batu Bara dari Australia

Pasokan baru Tiongkok belum berdampak ke penurunan harga.

Krisis Energi, Tiongkok Kembali Masukkan Batu Bara dari AustraliaKapal pengangkut batu bara. (ShutterStock/ImagineStock)
07 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Krisis energi yang terjadi di Tiongkok kembali membuat negara itu membongkar muatan batu bara dari Australia. Sebelumnya, negara tersebut menyetop pasokan komoditas emas hitam dari Australia akibat memanasnya hubungan dagang.

Melansir ABC, Tiongkok mengambil muatan batu bara Australia dari tempat-tempat penyimpanan di pelabuhandalam negeri. Sebelumnya, Negeri Panda itu dilaporkan menyimpan stok batu bara Australia sebanyak 1 juta ton sejak mereka menyetop impor pada Oktober 2020.

“Sejumlah batu bara Australia yang tertahan di pelabuhan Cina mulai dilepaskan akhir bulan lalu meskipun banyak dari muatan itu yang juga dialihkan ke India,” kata seorang pedagang di Cina Timur dikutip ABC.

Beberapa pekan terakhir, Tiongkok didera krisis energi akibat permintaan listrik yang kuat dari konsumen industri maupun rumah tangga. Pada saat bersamaan, pasokan batu bara pun terbatas.

Tiongkok telah berupaya mendesak para penambangnya meningkatkan produksi batu bara. Mereka juga meminta para operator listrik untuk meningkatkan impor batu bara demi mengurangi tekanan pasokan.

Pasokan batu bara Australia ke Tiongkok

Hubungan panas perdagangan Tiongkok dengan Australia telah berlangsung sekitar setahun belakangan. Ketegangan tidak saja menyangkut urusan batu bara, tapi juga aktivitas impor lain.

Padahal, Australia merupakan salah satu pemasok batu bara terbesar Tiongkok. Menyadur The Financial Times, tahun lalu Australia mengapalkan 35 juta ton baru bara ke Tiongkok, turun dari 50 juta ton pada 2019.

Lara Dong, pemimpin peneliti energi dan energi baru terbarukan di IHS Markit Cina, mengatakan langkah Cina kembali membuka pengiriman batu bara dari Australia agaknya bersifat sementara. “Saya melihatnya sebagai tanda pelonggaran kebijakan. Sepertinya tidak ada perbedaan besar yang berarti dalam impor batu bara Cina dari Australia,” kata Lara.

Pada delapan bulan pertama tahun ini, Tiongkok mengimpor 197,69 juta ton batu bara, turun 10 persen secara tahunan. Namun, impor batu bara pada Agustus melonjak lebih dari sepertiga akibat masalah krisis energi.

Dampak ke penurunan harga

Sampai saat ini belum diketahui apakah langkah Tiongkok kembali mengambil pasokan batu bara dari Australia akan berdampak pada penurunan harga komoditas tersebut. Pasokan 1 juta yang diambil tersebut bahkan hanya setara satu hari impor batu bara Cina.

Nick Ristic, analis kargo di Braemar ACM Shipbroking, mengatakan kapal-kapal Australia bermuatan 450 ribu ton batu bara yang setahun belakangan terkatung-katung di perairan karena larangan impor Tiongkok akhirnya berhasil merapat ke pelabuhan setempat bulan lalu dan membongkar seluruh isinya. Perusahaan riset energi Kpler juga menyatakan total lima kapal yang menunggu di lepas pantai Tiongkok telah mengosongkan 383.000 ton batu bara termal Australia muatannya di pelabuhan Tiongkok bulan lalu.

“Tanpa melanjutkan impor batu bara Australia, kekurangan pasokan akan tetap ada untuk beberapa saat karena butuh waktu untuk meningkatkan produksi dalam negeri setelah hampir lima tahun pembatasan produksi," kata pedagang lain di Beijing kepada ABC. “Saya tidak optimistis. Kekurangan itu akan berlangsung setidaknya hingga kuartal keempat dan mungkin sampai setelah Februari atau Maret" saat musim dingin berakhir. 

Sementara itu, harga batu bara juga terus melejit ke posisi US$216 per ton, meningkat hampir 75 persen dalam beberapa bulan terakhir. Harga batu bara khusus untuk kontrak Indonesia juga melonjak menjadi US$166,5 per ton, level tertinggi sejak 2004.

Abhinav Gupta, analis Braemar ACM Shipbroking Perth, mengatakan Tiongkok juga berupaya mencari berbagai sumber energi di negara lain, seperti Indonesia dan Rusia. “Namun, ada tantangan, seperti hujan di Indonesia, dan batu bara Rusia lebih banyak diminati di Eropa."

Related Topics