Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IMG_20250830_092252.jpg
Aksi bela Affan Kurniawan meninggal dilindas mobil Rantis Brimob Polri(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Jakarta, FORTUNE - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin mendesak dilakukannya penyelidikan terhadap dugaan penggunaan kekuatan aparat yang berlebihan setelah 10 orang meninggal dalam gelombang aksi protes di berbagai wilayah Indonesia.

Demonstrasi itu dipicu oleh kemarahan publik terhadap fasilitas mewah bagi anggota parlemen serta kebijakan pemerintah yang dinilai boros hingga memicu pengetatan anggaran.

“Kami memantau dengan saksama serangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia (HAM) PBB, Ravina Shamdasani, menguti Barron’s, Senin (1/9).

“Kami menekankan pentingnya dialog untuk mengatasi kekhawatiran publik,” ujarnya.

Kantor HAM PBB menuntut adanya penyelidikan yang cepat, komprehensif, dan transparan atas “semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan.”

Shamdasani menegaskan bahwa seluruh aparat keamanan, termasuk militer ketika bertugas dalam kapasitas penegakan hukum, wajib mengikuti prinsip dasar mengenai penggunaan kekuatan dan senjata api oleh kepolisian.

“Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi, serta menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, terkait dengan pengawasan terhadap pertemuan publik,” tutur Shamdasani. Ia juga menegaskan perlunya media diberi kebebasan meliput secara independen tanpa hambatan.

Aksi protes yang awalnya berlangsung damai berubah ricuh setelah beredar rekaman video yang memperlihatkan pasukan polisi paramiliter elite menabrak seorang pengemudi ojek online dengan kendaraan lapis baja berbobot 14 ton pada Kamis malam.

Sejak itu, kerusuhan menyebar dari Jakarta ke sejumlah kota besar, menjadi gelombang unjuk rasa paling parah sejak Presiden Prabowo Subianto menjabat kurang dari setahun lalu.

Parlemen ASEAN ikut mengecam kekerasan di Indonesia

Tak hanya PBB, Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (ASEAN Parliamentarians for Human Rights/APHR) juga menyampaikan kecaman keras atas tindakan aparat, termasuk insiden Brimob yang menabrak Affan Kurniawan serta penggunaan gas air mata dalam menghadapi massa aksi.

Pernyataan kecaman itu disampaikan melalui situs resmi APHR pada Jumat (29/8). "APHR mengecam keras tindakan brutal polisi yang mengakibatkan seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan tewas," tulis pernyataan tersebut, dikutip dari APHR.

Dalam keterangan itu, APHR menilai tewasnya Affan mencerminkan dampak kemanusiaan serius dari praktik kekerasan sebagai respons awal terhadap gejolak sipil.

APHR juga menyoroti cara aparat menghadapi mahasiswa dan buruh yang melakukan aksi di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Menurut mereka, pendekatan yang digunakan justru menimbulkan rasa takut ketimbang membuka jalur dialog.

Selain APHR, sebanyak 211 organisasi non-pemerintah (NGO) internasional yang fokus pada isu HAM turut mendesak Polri segera menghentikan penggunaan kekerasan terhadap demonstran.

Desakan itu dituangkan dalam pernyataan bersama yang dirilis Forum Asia pada Minggu (31/8) dengan judul Pernyataan Bersama: Melindungi Hak Berunjuk Rasa, Solidaritas Internasional dengan Indonesia #stopkebrutalanpolisi.

“Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus segera mengakhiri penggunaan kekuatan yang berlebihan, memastikan semua operasi pengendalian massa mematuhi Perkap No. 1 Tahun 2009 dan standar hak asasi manusia internasional seperti Pedoman PBB tentang Senjata Kurang Mematikan dan Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum, dan menyelidiki secara tidak memihak petugas yang bertanggung jawab atas pelanggaran,” demikian bunyi salah satu poin tuntutan.

Editorial Team