- Moratorium penambahan beban pajak masyarakat seperti PPN dan PBB di tengah kondisi daya beli yang melemah, khususnya di kalangan menengah-bawah.
- Segera terapkan pajak kekayaan kepada kelompok super kaya sebagai bentuk redistribusi dan penurunan ketimpangan sosial ekonomi.
- Revisi kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang memicu lonjakan pajak dan retribusi daerah.
- Terapkan participatory budgeting dengan melibatkan masyarakat, termasuk kelompok rentan dalam proses perencanaan anggaran.
Ekonom INDEF, Core Indonesia dan The Prakarsa: Demonstrasi Cermin Kegagalan Pengelolaan Ekonomi

Jakarta, FORTUNE - Tiga lembaga think tank ekonomi dan kebijakan publik—Indef, Core Indonesia, dan The Prakarsa—menyampaikan pernyataan resmi menyusul aksi demonstrasi yang berujung ricuh di berbagai daerah. Ketiga lembaga tersebut menilai kerusuhan yang terjadi merupakan cermin kegagalan pemerintah dalam menghadirkan sistem ekonomi yang berkeadilan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal, menuturkan bahwa gelombang kekacauan dan penjarahan belakangan ini tak lepas dari akumulasi rasa kecewa, amarah, dan frustrasi masyarakat.
“Khususnya kalangan menengah bawah. Terlepas dari ada motif-motif politik di belakangnya,” kata Faisal dalam diskusi yang digelar secara daring pada Senin (1//9).
Ia menambahkan bahwa ada persoalan mendasar terkait kesejahteraan dan keadilan sosial yang belum pernah benar-benar terjawab. “Ini menjadi api dalam sekam yang akan mudah menyulut emosi masyarakat,” ujarnya.
Para ekonom menyoroti RAPBN 2026 yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat. Salah satu contohnya adalah pemangkasan transfer ke daerah (TKD) yang justru membebani publik melalui kenaikan pajak. Sementara itu, di saat bersamaan anggota DPR menerima tunjangan perumahan senilai Rp 50 juta per bulan.
Dalam alokasi anggaran, Kepolisian RI diproyeksikan memperoleh Rp145,6 triliun—lebih tinggi dibandingkan Kementerian Kesehatan yang hanya Rp114 triliun. Program makan bergizi gratis (MBG) pun menyedot porsi signifikan dari pos pendidikan.
"Alokasi MBG tersebut juga berpengaruh pada pemangkasan dana riset, yang selanjutnya menyebabkan iklim pembuatan kebijakan berisiko dibuat mengabaikan data dan bukti ilmiah yang kuat (evidence-based)," demikian tertulis dalam Pernyataan Sikap CORE Indonesia, INDEF, dan The PRAKARSA yang diunggah Senin, 1 September 2025.
Selain itu, mereka menegaskan adanya jurang ketimpangan ekonomi yang semakin menganga serta memburuknya kondisi ketenagakerjaan akibat gelombang PHK di berbagai sektor.
“Tindakan kekerasan oleh aparat hanya memperburuk citra pemerintah yang gagal dalam memahami akar masalah struktural ekonomi,” demikian ditulis pernyataan sikap tersebut.
Sebagai penutup, para ekonom dari ketiga lembaga tersebut menyampaikan lima poin tuntutan utama yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR.
5 Tuntutan Indef, Core Indonesia, dan The Prakarsa
Para ekonom menekankan bahwa situasi yang terjadi seharusnya dijadikan sebagai titik balik untuk memperbaiki arah kebijakan ekonomi Indonesia agar benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat. Dalam pernyataan sikapnya, mereka merumuskan lima tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR sebagai langkah mendesak yang perlu segera diwujudkan.
1. Keadilan Fiskal dan Transparansi Anggaran
2. Rebalancing Prioritas Belanja Negara
- Realokasi anggaran belanja tidak produktif (termasuk penambahan insentif bagi pejabat pemerintah, anggota DPR dan belanja militer) menuju penguatan sektor nil dan penciptaan lapangan kerja.
- Evaluasi kenaikan anggaran pertahanan untuk diperioritaskan pada pendidikan, kesehatan, dan riset.
- Efisiensi anggaran diarahkan untuk stimulasi konsumsi dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
- Segera berikan bantuan sosial (bansos) tunai kepada masyarakat miskin dan tak mampu lewat realokasi anggaran Kopdes Merah Putih dan MBG.
3. Perlindungan Komprehensif Pekerja dan Masyarakat Terdampak Aktivitas Bisnis
- Pengembangan kerangka decent work yang menjamin upah jam kerja layak, serta keselamatan kerja.
- Pembentukan regulasi setingkat Undang-undang untuk perlindungan dan kesejahteraan pekerja platform digital dengan skema tripatrit.
- Integrasi yung lebih luas para pekerja ke dalam skema BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, dengan mekanisme dan kontribusi yang proporsional.
- Jalankan program padat karya tunai secara masif yang menyasar angkatan kerja muda, angkatan kerja yang ter-PHK dan kelompok pengangguran lainnya.
- Akselerasi kepastian hukum yang mengintegrasikan stardar bisnis, HAM, dan lingkungan, untak menciptakan investasu yang, menjamin perlindungan hak masyarakat dan kelestarian ekologis.
4. Rebalancing Prioritas Belanja Negara
Stimulasi sektor riil guna menciptakan lapangan kerja formal dan layak serta mengurangi dominasi ekonomi informal yang rentan.
Akselerasi transisi 59 persen pekerja informal ke sektor formal melalui kemudahan regulasi dan insentif fiskal.
Koreksi arah kebijakan ekonomi dari sentralistik menuju ekonomi kerakyatan dan demokratis.
Realokasi investasi dari sektor ekstraktif yang merusak lingkungan menuju industri berkelanjutan yang mengungkit pertumbuhan jangka panjang.
5. Akuntabilitas dan Transparansi Kebijakan
- Membangun kepercayaan publik melalui transparansi kebijakan fiskal dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
- Evaluasi menyelaruh RAPBN 2026 dengan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan alokasi anggaran berpihak pada kesejahteraan rakyat.