Polemik tentang status mitra pengemudi ojek online (ojol) dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan aplikasi transportasi daring terus menjadi sorotan. Muncul perdebatan apakah driver seharusnya diklasifikasikan sebagai pekerja tetap atau masih tetap dalam hubungan kemitraan seperti saat ini.
Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono menjelaskan bahwa secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi merupakan hubungan kemitraan, bukan hubungan kerja.
Hal ini dipertegas oleh Pasal 15 Ayat (1), Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Pasal tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi adalah hubungan kemitraan.
Oleh sebab itu, secara politis, kewenangan Kementerian Tenaga Kerja hanya terbatas pada hubungan pekerja dengan Perusahaan Swasta atau BUMN yang disebut hubungan kerja.
Aloysius menuturkan hubungan kemitraan ini berarti mitra pengemudi memiliki keleluasaan dalam menentukan jam kerja, menerima atau menolak pesanan, dan bekerja untuk lebih dari satu platform. Ini berbeda dengan hubungan kerja yang mensyaratkan adanya pekerjaan tetap, upah, dan perintah dari pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.