Tarif Listrik PLN Naik Tahun Depan, Berapa Besarannya?

Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah berencana melakukan penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non-subsidi PT PLN (Persero) di tahun depan. Besaran kenaikan tarif akan dikaji sesuai aturan awal dengan melihat pemulihan daya beli masyarakat serta kondisi pandemi Covid-19 yang terus membaik.
“Tarif listrik bagi golongan pelanggan non-subsidi ini bisa berfluktuasi alias naik atau turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan setidaknya tiga faktor, yakni nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia, dan inflasi,” ujar Rida dalam keterangan resminya, dikutip Senin (6/12).
Sejak 2017, pemerintah menunda penerapan tariff adjustment dengan dalih rendahnya daya beli masyarakat. Kebijakan itu membuat pemerintah harus memberikan kompensasi kepada PLN tiap tahun yang besarannya dihitung berdasarkan selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik dengan tarif listrik bagi pelanggan non-subsidi.
“Kapan tariff adjustment naik tentunya kami harus bicara dengan sektor lain. Kami hanya menyiapkan data dan beberapa skenario, keputusannya kepada pimpinan," jelas Rida.
Sementara itu, pemerintah terus mendorong agar PLN melakukan langkah-langkah efisiensi operasional dan meningkatkan penjualan tenaga listrik tanpa mengurangi kualitas pelayanan penyediaan tenaga listrik yang sudah berjalan cepat.
Dalam memenuhi ketersediaan pasokan listrik kepada masyarakat, pemerintah mengedepankan prinsip kecukupan, keandalan, keberlanjutan, keterjangkauan dan keadilan di tengah percepatan target transisi energi termasuk rencana pensiun dini PLTU.
Proyeksi Kenaikan
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan rencana pemerintah untuk melakukan adjustment tarif di tahun depan sudah tepat. Pasalnya, faktor-faktor penentu BPP listrik PLN seperti bahan baku, nilai tukar rupiah hingga inflasi sudah berubah drastis sejak 2018.
Tanpa adanya penyesuaian, margin yang diperoleh PLN akan makin menipis dan membuat kondisi keuangannya menjadi tak sehat. "PLN kan marginnya sangat rendah. Kira-kira kan harusnya 7 persen. Kalau di lihat 2-3 tahun terakhir, itu sudah di bawah 2 persen," jelasnya.
Di sisi lain, PLN punya rencana investasi dengan kebutuhan dana cukup besar. Terutama untuk menghadapi era energi bersih dan kenaikan konsumsi listrik seiring dengan pulihnya kondisi ekonomi.
"Sekarang dengan beban pinjaman makin tinggi kemampuan PLN untuk meminjam uang lebih terbatas. Dengan demikian kalau PLN berinvestasi, modal dia semakin besar. Tarif adjustment membantu membuat PLN secara finansial lebih sehat. Tapi bukan berarti PLN tidak efisien," terangnya.
Melihat kondisi perekonomian, kenaikan harga energi primer dan lain-lain, Fabby memprediksi kenaikan tarif tenaga listrik di tahun depan idealnya akan berada di kisaran 15-20 persen.
"Kalau tidak berlaku adjustment akan besar sekali kompensasinya dari pemerintah. Tapi untuk dampak ke tarif adjustment sekitar 5 persen," tandasnya.