Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Closing remarks Menkeu Purbaya pada acara satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran
Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa menyampaikan closing remarks pada acara satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran di JS Luwansa Hotel, Jakarta, Kamis (16/10/2025). (instagram.com/menkeuri)

Intinya sih...

  • Dana transfer ke daerah (TKD) urung ditambah karena masih banyak penyimpangan keuangan di daerah.

  • Penambahan TKD bisa dilakukan jika tata kelola keuangan daerah membaik.

  • Purbaya mengatakan korupsi di daerah masih marak.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Pemerintah pusat menyatakan keraguannya untuk menambah dana transfer ke daerah (TKD) dalam waktu dekat. Pasalnya, pemerintah masih menemukan berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan di tingkat daerah.

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyatakan 18 gubernur sempat datang ke kantornya untuk meminta tambahan TKD. Namun, dia mengatakan permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena tata kelola dan akuntabilitas penggunaan anggaran di daerah dinilai masih lemah.

“Saya mau saja menaikkan, cuma pemimpin di atas masih ragu karena uang di daerah sering diselewengkan,” kata Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang disiarkan secara virtual, Senin (20/10).

Dalam hematnya, penambahan TKD bisa terjadi jika pemerintah daerah (pemda) menunjukkan perbaikan nyata dalam mengelola keuangannya, terutama pada dua triwulan terakhir 2025. Bila tata kelola keuangan daerah membaik dan penyelewengan diminimalisasi, pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat dan APBD bisa menjadi lebih besar dari perkiraan.

Meski pemerintah belum berencana menambah TKD, masih ada kemungkinan Kementerian Keuangan meningkatkan alokasi transfer daerah pada 2026 setelah terjadi evaluasi menyeluruh.

“Kami akan lihat lagi di akhir triwulan pertama dan menjelang triwulan kedua 2026, berapa uang yang bisa ditambah transfer. Tapi syaratnya tadi, tata kelolanya sudah baik. Kalau jelek, saya enggak bisa ajukan ke atas. Presiden kurang suka kalau itu,” ujarnya.

Korupsi daerah masih jadi penghambat

Purbaya juga menyoroti masih maraknya kasus korupsi di daerah dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), praktik seperti suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual-beli jabatan di Bekasi, hingga proyek fiktif BUMD di Sumatra Selatan menunjukkan lemahnya pengawasan dan integritas keuangan daerah.

“Artinya, reformasi tata kelola ini belum selesai. Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 juga menunjukkan hal yang sama. Skor nasional baru 71,53, di bawah target 74, dan hampir semua daerah masih berada di zona merah,” ujar Purbaya.

Rata-rata nilai integritas pemerintah provinsi baru mencapai 67, sedangkan kabupaten/kota hanya 69, yang menunjukkan masih tingginya potensi korupsi, gratifikasi, dan intervensi dalam proses pengadaan.

Karena itu, Purbaya mendorong seluruh pemda memperbaiki sistem pengelolaan keuangan publik agar lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Ia mengingatkan korupsi bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.

“Kalau praktik jual-beli jabatan dan gratifikasi tidak dibereskan, semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan,” ujarnya. "Gunakan dana dengan bijak, kelola kas daerah dengan efisien, dan jaga integritas dalam setiap keputusan.

 

Editorial Team