Jakarta, FORTUNE – Lebih dari 1.300 karyawan Voice of America (VOA) telah diberhentikan sementara pada Sabtu (15/3). Hal ini terjadi sehari setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memerintahkan pembubaran kantor pusat media yang didanai Pemerintah AS tersebut.
Direktur VOA Michael Abramowitz mengungkapkan bahwa hampir 1.300 stafnya yang terdiri dari jurnalis, produser, dan asisten sudah diberi cuti administratif. Imbas dari cuti ini melumpuhkan lembaga penyiar media yang beroperasi dalam hampir 50 bahasa.
“Saya sangat sedih karena untuk pertama kalinya dalam 83 tahun, Voice of America yang tersohor itu dibungkam,” kata Abramowitz dalam sebuah postingan di LinkedIn, mengutip kantor berita Reuters, Senin (17/3).
Dia mengatakan bahwa lembaga tersebut telah berperan penting dalam perjuangan untuk kebebasan dan demokrasi di dunia. Sementara itu, badan induk VOA, Badan Media Global AS (The United States Agency for Global Media/USAGM) pun menghentikan hibahnya kepada Radio Free Europe/Radio Liberty yang menyiarkan berita ke negara-negara di Eropa Timur termasuk Rusia dan Ukraina.
Selain itu, hibah juga distop kepada Radio Free Asia yang menyiarkan berita ke Cina dan Korea Utara.
Sementara itu, Kepala Biro VOA di Seoul, William Gallo menuturkan pada Minggu (16/3) bahwa dia sudah tidak bisa mengakses sistem dan akun perusahaan.
“Yang selalu ingin saya lakukan adalah berbicara terus terang dan mengatakan kebenaran, tidak peduli pemerintah mana yang saya liput. Jika itu ancaman bagi siapa pun, biarlah,” kata Gallo di Bluesky.
Sementara itu, Kari Lake, eks pembawa berita dan loyalis Trump yang dicalonkan menjadi direktur VOA, mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan USAGM sebagai kebusukan besar dan beban bagi pembayar pajak Amerika. Lake menyebut bahwa lembaga itu tak bisa diselamatkan.
Lake, yang menyebut dirinya sebagai penasihat senior USAGM, mengatakan bahwa dia akan mengecilkan lembaga itu seminimal mungkin menurut hukum. Di situs webnya, Radio Free Europe/Radio Liberty mencatat USAGM telah dinyatakan sebagai organisasi yang tidak diinginkan oleh Pemerintah Rusia.
Media tersebut pun memperingatkan para pembaca di Rusia dan Ukraina bahwa mereka dapat dikenai denda atau hukuman penjara karena menyukai atau membagikan konten Radio Free Europe (RFE). Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky mengatakan RFE telah menjadi “mercusuar” bagi penduduk di bawah pemerintahan totaliter.
“Dari Belarus hingga Iran, dari Rusia hingga Afghanistan, RFE dan Voice of America termasuk di antara sedikit sumber informasi gratis bagi orang-orang yang hidup tanpa kebebasan,” tulis Lipavsky di X.