Wamen Investasi Sebut Relaksasi TKDN Buka Peluang Baru

- Relaksasi TKDN dianggap sebagai peluang baru untuk menarik investasi lanjutan, terutama dari Amerika Serikat.
- Kekhawatiran pelaku usaha terhadap relaksasi TKDN, karena dianggap berpotensi melemahkan daya saing industri lokal dan mengancam investasi sektor elektronik.
- Gabel menilai pelonggaran TKDN tidak tepat dan perlu dikaji ulang, serta meminta pemerintah untuk memperkuat kebijakan tersebut demi mendorong penggunaan produk lokal dalam belanja negara.
Jakarta, FORTUNE - Rencana pemerintah untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tak serta-merta menjadi ancaman bagi para investor yang telah lebih dulu menanamkan modal di Indonesia. Sebaliknya, langkah ini dinilai sebagai peluang baru dalam memperkuat daya saing dan menarik investasi lanjutan, khususnya dari Amerika Serikat.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Todotua Pasaribu, menepis kekhawatiran bahwa pelonggaran TKDN bakal memicu eksodus investor. Ia menegaskan bahwa fleksibilitas aturan justru bisa dikompensasi dengan instrumen lain, seperti insentif fiskal.
“Enggak juga sih. Kalau relaksasi TKDN ini terjadi, kita masih punya ruang untuk memperluas insentif, seperti fiskal dan lainnya,” kata Todotua saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Senin (14/4).
Rencana pelonggaran ini sebagian besar muncul sebagai respons guna menegosiasi Amerika Serikat atas pengenaan tarif resiprokal terhadap Indonesia, terutama untuk produk-produk Information and Communication Technology (ICT).
Meski demikian, Todotua menegaskan bahwa pemerintah tetap menyiapkan langkah-langkah mitigasi untuk menjaga ekosistem investasi domestik. “Jadi sebenarnya ini bagian dari strategi kita untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi investasi masuk, tanpa mengorbankan yang sudah ada,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa relaksasi aturan ini tidak akan mengganggu komitmen investasi dari raksasa teknologi global seperti Apple Inc. “Enggak ada pengaruhnya. Investasi Apple di Indonesia tetap berjalan, malah beberapa sudah masuk tahap persiapan,” kata dia.
Alih-alih mengusir investor, Todotua justru melihat potensi baru yang sedang dibuka oleh kebijakan ini. Ia menyebut, ada minat yang cukup besar dari perusahaan-perusahaan asal AS, tidak hanya di sektor teknologi, tetapi juga minyak dan gas.
Meski belum bisa merinci bentuk dan nilai investasinya, Todotua optimistis bahwa strategi ini akan menambah daftar investor strategis yang masuk ke Indonesia.
Kekhawatiran pelaku usaha terhadap relaksasi TKDN
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) menilai kebijakan tersebut berisiko melemahkan daya saing industri lokal sekaligus mengancam keberlanjutan investasi di sektor ini.
Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, menyampaikan bahwa kebijakan relaksasi TKDN justru berpotensi menurunkan utilisasi industri dalam negeri, terutama untuk produk-produk yang selama ini masuk dalam program pengadaan pemerintah.
“Ketidakpastian regulasi ini akan menimbulkan keraguan bagi investor. Bahkan, ada kemungkinan investasi di sektor elektronik akan dialihkan ke negara lain,” kata Daniel kepada awak media, Rabu (9/4).
Ia juga mengingatkan bahwa produsen lokal bisa kehilangan peluang besar di pasar B2G (business to government), baik lewat tender langsung maupun lewat sistem E-Katalog.
“Kalau produsen dalam negeri kehilangan akses ke belanja pemerintah, ini sama saja memotong jalur pemasaran yang selama ini jadi andalan,” ujarnya.
Gabel menilai pelonggaran TKDN tidak tepat dan justru perlu dikaji ulang. Menurut Daniel, pemerintah seharusnya memperkuat kebijakan tersebut demi mendorong penggunaan produk lokal dalam belanja negara.
“Kami berharap setiap satu rupiah uang rakyat yang dipungut melalui pajak dan masuk ke APBN, APBD, BUMN, dan BUMD bisa digunakan untuk membeli produk dalam negeri. Kalau uang negara dibelanjakan untuk produk lokal, maka nilai tambah seperti peningkatan PDB dan penyerapan tenaga kerja akan kembali ke masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Daniel juga menegaskan bahwa TKDN selama ini hanya berlaku untuk pengadaan pemerintah. Karena itu, menurutnya sangat wajar jika kebijakan ini memprioritaskan produk dalam negeri selama industrinya memang tersedia.
“Kalau industrinya belum ada, tentu saja tetap bisa impor. Tapi selama kita punya, kenapa harus beli dari luar?” katanya.