Catalyst Policy Works Beberkan 6 Prasyarat Capai Sovereign AI

- Catalyst Policy Works mengungkapkan 6 prasyarat untuk mencapai sovereign AI
- Prasyarat pertama adalah ketersediaan infrastruktur digital, termasuk kapasitas GPU
- Prasyarat lainnya meliputi pengembangan tenaga kerja, research development, regulatory framework, stimulating AI industry, dan international cooperation
Jakarta, FORTUNE - Catalyst Policy Works, perusahaan konsultan kebijakan publik, riset strategis, dan pelatihan berbasis inovasi, mendorong Indonesia untuk menerapkan sovereign artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan berdikari. Meski begitu, ada sejumlah syarat dan tantangan yang harus dipenuhi untuk mencapai sovereign AI ke depan.
Sovereign AI merupakan wujud dari kemandirian pengembangan, di mana pengembangan teknologi dilakukan secara mandiri, dan tidak bergantung pada sumber luar.
“Ini yang sepertinya juga masih akan sulit ya, karena hampir semua negara itu bergantung pada model yang dikembangkan oleh negara-negara utara,” ujar Executive Director Catalyst Policy Works, Wahyudi Djafar dalam diskusi di Jakarta, Kamis (18/12).
Syarat pertama adalah ketersediaan infrastruktur digital. “Kita punya seberapa besar kapasitas GPU ya, Graphics Processing Unit, yang bisa digunakan untuk learning AI dan sebagainya,” imbuhnya.
Prasyarat selanjutnya meliputi pengembangan tenaga kerja (workforce development) atau yang terkait talenta. Dalam hal ini, ia menyoroti pentingnya kapasitas sumber daya yang mumpuni dalam melakukan pengembangan model AI.
Selanjutnya adalah research development dan innovation, yang menekankan pada pentingnya inter-koordinasi atau hubungan yang baik antara berbagai pemangku kepentingan, mulai dunia akademis hingga industri.
“Misalnya, Arab Saudi itu secara serius melalui sovereign fund-nya, itu mengembangkan satu riset untuk pengembangan model berbasis bahasa Arab gitu ya, kira-kira. Nah disini kan Danantara belum melakukan itu,” ujarnya.
Prasyarat keempat adalah regulatory dan ethical framework, yang meliputi regulasi serta prinsip etika. Menurut Wahyudi, Indonesia masih berada tahap awal, level regulasi yang berbicara mengenai kecerdasan artifisial juga masih terbatas.
Prasyarat kelima merupakan stimulating AI industry. Untuk menciptakan kecerdasan buatan yang berdikari, industri perlu diberikan suntikan stimulus, seperti perpajakan, konteks insentif fiskal lain, hingga pengembangan sumber daya manusia dan sebagainya.
Prasyarat terakhir adalah international cooperation. Kerja sama Internasional dinilai tetap diperlukan, untuk mencukupi keseluruhan elemen yang dibutuhkan. Sebab, pengembangan kecerdasan buatan yang berdikari dinilai tetap perlu melibatkan banyak negara.


















