TECH

Luhut Mengeluhkan Tarif Internet di Indonesia Mahal, Berikut Faktanya

Tarif internet RI memang mahal ketimbang negara tetangga.

Luhut Mengeluhkan Tarif Internet di Indonesia Mahal, Berikut FaktanyaDok. Istimewa
13 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan kendala pemerintah dalam mengembangkan perekonomian digital. Salah satunya adalah tarif internet mahal. Benarkah demikian?

Dalam acara Indonesian Fintech Summit 2021 secara daring, Minggu (12/12), Luhut mengatakan tingginya biaya internet hanya memungkinkan akses pada kalangan ekonomi mampu. Belum lagi jika menyinggung hambatan lain seperti kecepatan internet serta jangkauan jaringannya secara domestik.  

“Hal inilah yang menjadi fokus pemerintah ke depan dan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah,” kata Luhut.

Data dari Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU) menunjukkan tarif internet di Indonesia, khususnya untuk fixed broadband, memang lebih tinggi dari sejumlah negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam. 

Sebagai misal, tarif fixed broadband Indonesia tahun lalu US$34,81 atau setara Rp496.043 (asumsi kurs Rp14.250) per bulan. Vietnam sanggup memberikan harga US$8,13, Malaysia (US$19,64), dan Thailand (US$20,26). Namun, ketimbang Singapura (US$35,81), tarif internet di Indonesia masih lebih murah.

Data ITU juga menunjukkan tarif internet berdasarkan pita lebar seluler (mobile broadband). Jika indikator tersebut yang dilihat, biaya internet Indonesia relatif murah pada US$4,24 atau setara Rp60.420 (maksimal 5GB per bulan). Lebih rendah dari Thailand (US$7,24), Malaysia (US$8,21), dan Singapura (US$17,94), tetapi lebih mahal dari Vietnam (US$2,15).

Pemerintah, kata Luhut, telah menyiapkan sejumlah ikhtiar demi mempercepat pertumbuhan perekonomian digital, yaitupersiapan infrastruktur komunikasi digital, proteksi konsumen digital, tenaga kerja terampil, dan ekosistem inovasi. Dia optimistis segmen ekonomi ini akan terus bersinar ke depannya. Sebab, pada 2020 saja, perekonomian digital menyumbang 4,0 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Kajian Bank Dunia

Data ITU seturut kajian Bank Dunia bertajuk “Melampaui Unicorn: Memanfaat Teknologi Digital di Indonesia” pada Juli 2021. Berdasarkan riset lembaga itu, penetrasi internet—khususnya broadband—Indonesia masih sangat rendah.

Sebagian besar orang Indonesia memang dominan mengakses internet menggunakan perangkat seluler. Namun, jumlah pelanggan fixed broadband baru sekitar 9,7 juta orang, atau 4 persen dari jumlah populasi.

Hal itu terjadi lantaran 44 persen rumah tangga merasa tarif internet di Indonesia terlampau mahal. 24 persen lainnya beralasan sudah terhubung ke jaringan seluler, dan 14 persen mengaku tidak mendapatkan penyedia layanan seluler tetap.

Jika ditinjau secara wilayah, perkara tarif paling menonjol di Sumatra, Sulawesi, dan Maluku. Sebaliknya, Jawa-Bali dengan proporsi rumah tangga terbesar, memperlakukan mobile broadband sebagai pengganti yang sama memuaskan dengan penggunaan fixed broadband. Di luar itu, urusan ketersediaan layanan juga dominan di Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

“Meski saat ini Indonesia memiliki perekonomian digital yang berkembang paling pesat di Asia Tenggara, suatu tindakan perlu diambil untuk memastikan bahwa seluruh warga negara Indonesia, terutama mereka yang tergolong paling rentan, dapat mengakses berbagai teknologi dan layanan digital serta memperoleh manfaatnya,” demikian pernyataan Bank Dunia dalam siaran pers.

Related Topics