Musim Liburan Ditaksir Sepi, Amazon Bakal PHK 10.000 Pekerja
Belakangan mulai berkutat dengan langkah efisiensi.
Jakarta, FORTUNE – Amazon dikabarkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Jumlah karyawan yang bakal terdampak oleh langkah tersebut dikabarkan tidak tanggung-tanggung, yakni 10.000 orang.
Koran Amerika Serikat, The New York Times, mewartakan raksasa e-commerce itu disebut bakal mengumumkan pemangkasan pekerja pekan ini. Kebijakan tersebut akan menyasar pegawai di sejumlah departemen, mulai dari divisi perangkat teknologi Alexa, ritel, dan sumber daya manusia (SDM).
Namun, Amazon tidak segera menanggapi kabar PHK besar-besaran dimaksud. Padahal, bukan cuma satu media saja yang menurunkan laporannya. The Wall Street Journal pun memberitakan perusahaan teknologi itu akan memberhentikan ribuan pekerja. Per akhir September, jumlah pekerja Amazon mencapai 1,54 juta orang.
Pada awal bulan ini Amazon menyatakan telah membekukan perekrutan karyawan baru yang berlaku untuk beberapa bulan ke depan, begitu warta CNN, menyusul “ketidakpastian ekonomi” serta pertumbuhan karyawan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, CEO Amazon, Andy Jassy, menyampaikan rencana efisiensi operasional di tengah masalah perlambatan penjualan dan ketidakpastian ekonomi.
Perusahaan yang berbasis di Seattle itu memperkirakan pertumbuhan penjualan pada periode liburan akhir tahun ini akan menjadi yang paling lambat dalam sejarah perseroan.
Bisnis Amazon
Selama pandemi Covid-19, Amazon bergegas meningkatkan jumlah karyawannya demi menanggapi tren perubahan masyarakat yang berbelanja melalui e-commerce akibat pembatasan sosial.
Namun, dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan memperkirakan pendapatannya untuk kuartal pada liburan akhir tahun ini akan lebih rendah dari yang diperkirakan para analis.
Sepanjang tahun ini, Amazon disebut telah mengambil kebijakan untuk beradaptasi dengan perlambatan tajam dalam pertumbuhan e-commerce. Mereka menunda pembukaan gudang dan membekukan perekrutan pada grup ritelnya, sebelum memperluas pembekuan di seluruh grup perusahaan.
Menurut Business Times, Jassy beberapa pekan lalu mengeklaim perusahaan telah mempertajam fokusnya untuk menutup bisnis yang eksperimental dan tidak menguntungkan, seperti layanan telehealth, robot pengiriman, dan perangkat panggilan video anak-anak.
Kabar PHK Amazon datang menjelang musim liburan, sebuah periode yang penting bagi industri ritel. Meski Amazon memperkirakan perlambatan, serta terlepas dari sentimen resesi dan tekanan inflasi, Federasi Ritel Nasional AS justru memperkirakan peningkatan penjualan enam sampai delapan persen secara tahunan selama musim liburan.
Dalam laporan keuangan terakhir, Amazon pada kuartal ketiga tahun ini membukukan kenaikan penjualan bersih 15 persen secara tahunan (yoy) menjadi US$127,1 miliar. Namun, labanya pada periode sama turun dari US$3,2 miliar menjadi US$2,9 miliar. Sedangkan, kas perseroan tercatat sekitar US$35,2 miliar.
PHK teknologi
Kabar Amazon menambah rentetan perusahaan teknologi yang menempuh langkah serupa akibat masalah ketidakpastian ekonomi dan penurunan permintaan secara tajam.
Pekan lalu, Meta Platforms Inc, perusahaan induk dari Facebook dan Instagram, mengumumkan kebijakan yang “merumahkan” 11.000 karyawan, atau setara dengan 13 persen dari total pekerja perseroan.
CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengonfirmasi kabar perusahaannya akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal sebagai langkah efisiensi bisnis.
Dalam suratnya kepada karyawan, dikutip Kamis (10/11), Zuckerberg mengaku telah membuat sejumlah perubahan tersulit dalam sejarah perusahaan.
Perusahaan akan mengambil sejumlah langkah tambahan agar skala bisnis lebih efisien, memotong pengeluaran yang tidak perlu, serta memperpanjang penyetopan perekrutan karyawan baru hingga kuartal pertama 2023.
Twitter belum lama ini juga menempuh kebijakan efisiensi. Perusahaan media sosial itu dikabarkan melakukan PHK terhadap 3.700 pekerjanya. Namun, belakangan, Twitter dilaporkan telah meminta beberapa karyawannya yang dipecat untuk kembali bekerja.
Twitter meminta beberapa orang untuk kembali karena pemberhentian mereka merupakan sebuah kesalahan. Pemanggilan kembali ini dilakukan karena karyawan tersebut dianggap penting dalam membangun fitur di platform sesuai dengan keinginan Elon Musk, pemilik baru Twitter, sekaligus CEO Tesla.