TECH

5G Dipandang Dapat Membahayakan Keselamatan Penerbangan

Ada sejumlah upaya mitigasi terkait risiko tersebut.

5G Dipandang Dapat Membahayakan Keselamatan PenerbanganPemandangan jet bisnis dan pesawat kecil di Bandara Eksekutif Henderson selama Pameran dan Konvensi NBAA Bisnis Aviasi di Henderson, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (12/10/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Steve Marcus/HP/djo

by Luky Maulana Firmansyah

17 January 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Pengamat penerbangan nasional, Gerry Soejatman, mengatakan teknologi jaringan 5G berfokus pada radio altimeter, perangkat elektronik yang berfungsi mengukur ketinggian pesawat saat hendak lepas landas maupun mendarat. Fakta tersebut membuat teknologi 5G dikhawatirkan dapat membahayakan penerbangan.

“Intinya ke situ (radio altimeter). Kalau yang lain-lainnya enggak terlalu, belum ada. Semuanya lari ke radio altimeter dan sistem-sistem yang tergantung dengan radio altimeter tersebut,” ujar Gerry kepada Fortune Indonesia, Senin (17/1).

Menurut Gerry, sinyal 5G berpotensi menganggu fungsi radio altimeter pesawat terutama ketika menerapkan prosedur sistem pendaratan instrumen kategori II dan III. Sistem pendaratan dengan kategori ini biasanya digunakan pada saat cuaca buruk.

Menurut laman Vox, Rabu (12/1) Badan Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat (AS) juga menghawatirkan risiko yang dapat dibawa 5G pada radio altimeter pesawat. Sebab, 5G memanfaatkan frekuensi spektrum jaringan C-Band.

Masalahnya, radio altimeter juga bergantung pada bagian spektrum yang bersebelahan dengan gelombang udara yang digunakan oleh C-Band tersebut. Dalam skenario terburuk, menurut FAA, sinyal yang dikirim melalui C-Band ini dapat menganggu radio altimeter.

Gerry menambahkan, gangguan 5G terhadap radio altimeter juga dapat mempengaruhi informasi mengenai kinerja pesawat. “Yang dikhawatirkan adalah 5G ini bisa mengakibatkan radio altimeternya salah kasih angka, salah kasih nilai,” ujarnya.

Mitigasi dampak 5G

Namun, risiko 5G terhadap keselamatan penerbangan diharapkan dapat diantisipasi dengan baik, kata Gerry. Caranya, para pelaku penerbangan beserta stakeholder terkait dapat mengurangi pemancar 5G di sekitar bandara, atau menggunakan frekuensi yang berbeda dari radio altimeter.

“Pabrik-pabrik pesawat juga sudah mengeluarkan safety buletin untuk mitigasi sementara mengenai hal ini,” ujarnya.

FAA AS, misalnya, telah bekerja sama dengan operator telekomunikasi AT&T dan Verizon untuk menunda peluncuran 5G. Penundaan ini yang kedua kalinya, dan akan berlangsung hingga Rabu (19/11). Operator juga sepakat untuk tidak merilis 5G di 50 bandara yang dipilih oleh otoritas selama setidaknya enam bulan.

Menukil Reuters, FAA  menyebut telah mengizinkan sekitar 45 persen armada pesawat komersial AS untuk mendarat dengan jarak pandang rendah di banyak bandara yang terdapat 5G. Hal itu setelah mereka memperingatkan gangguan yang dapat mempengaruhi instrumen pesawat yang sensitif seperti altimeter dan berdampak pada operasi dengan visibilitas rendah.

FAA telah menyetujui dua model radio altimeter yang digunakan di banyak pesawat Boeing dan Airbus. Mereka juga mengharapkan untuk mengeluarkan lebih banyak persetujuan ke depannya.