Mineral Melimpah, Indonesia Belum Masuk Rantai Pasok Global Cip

- Kementerian Komdigi soroti kurangnya keterlibatan komponen lokal dalam industri semikonduktor meskipun kekayaan mineral Indonesia melimpah
- Indonesia bergantung pada ekspor bahan mentah tanpa pengolahan lanjutan di dalam negeri, seperti pasir silika yang menjadi bahan utama chip dan semikonduktor
- Pemerintah sedang mengidentifikasi potensi sumber daya nasional dan membuka pintu kerjasama dengan negara-negara strategis untuk membangun industri semikonduktor di Indonesia
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyoroti kurangnya keterlibatan komponen lokal dalam industri semikonduktor, meskipun kekayaan mineral kritis Indonesia sangat melimpah, dan diklaim dapat masuk ke dalam rantai pasok global dalam industri kecerdasan buatan (AI).
Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, menilai absenya hilirisasi menjadi persoalan utama. Indonesia saat ini masih bergantung pada ekspor bahan mentah tanpa proses pengolahan lebih lanjut di dalam negeri.
“Cukup menyedihkan sebetulnya.Indonesia dengan kekayaan mineral kritis yang banyak sekali, kita punya nikel, silika, timah, bahkan kita punya jumlah mineral yang sebetulnya bisa menjadi modal tetapi tidak ada downstreaming yang dilakukan sehingga kita hanya mampu mengekspor pasir silika mentah ke Cina, negara-negara Eropa, ke Jepang gitu untuk kemudian disana diolah,”ujarya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (18/12).
Menurutnya, Indonesia saat ini memiliki 340 juta ton cadangan pasir silika yang merupakan bahan utama chip dan semikonduktor. “Pasir silika itu menjadi bahan baku utama untuk membuat wafer silikon, dan menjadi dasar untuk chip yang sekarang menjadi industri strategis yang sedang dikejar oleh negara-negara maju,” ujarnya.
Dengan demikian, saat ini Indonesia perlu segera mendorong downstreaming (hilirisasi) agar dapat mengambil peran lebih besar dalam rantai pasok global. Downstreaming adalah tahap pengolahan produk dari bahan mentah menjadi barang yang memiliki nilai lebih tinggi dan siap dijual kepada konsumen akhir.
Menurutnya, Indonesia kerap melewatkan peluang strategis yang sebenarnya seluruh modal dasar untuk membangun ekosistem industri AI telah tersedia dalam negeri.
“Jadi ada banyak peluang-peluang yang kita luput dan kita baru sadar bahwa semua modal itu ada di Indonesia dan kita bisa olah untuk menuju kedaulatan ekosistem artificial intelligence yang ada di Indonesia,” imbuhnya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Komdigi, dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi serta Bappenas tengah mengidentifikasi kembalipotensi sumber daya nasiional. Upaya tersebut bersamaan dengan membuka pintu-pintu kerjasama dengan sejumlah negara-negara strategis untuk membangun industri semikonduktor di Indonesia.
“Terutama untuk memperkuat infrastruktur AI, termasuk juga dengan Jepang. Jepang sangat serius dalam soal ini,” kata dia.
Indonesia juga terbuka bagi inisiatif pembangunan industri teknologi baru (emerging technologies), termasuk kecerdasan buatan (AI), dari investor maupun innovator global.
“Ada banyak peminat-peminat dan para investor dan juga sejumlah negara yang menginginkan kerjasama dengan Indonesia untuk membangun industri strategis yang penting di abad kita ini,” ujarnya.


















