Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bahlil Duga Ada Kesengajaan di Balik Turunnya Lifting Migas RI

antarafoto-ratas-hilirisasi-baterai-kendaraan-listrik-1748237889.jpg
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (kanan) bersama Menteri Investasi/Kepala BPKM Rosan Roeslani memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (22/5). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Intinya sih...
  • Bahlil menduga penurunan produksi migas disebabkan oleh kesengajaan yang dirancang secara sistematis.
  • Krisis ekonomi 1998 menjadi titik balik yang memukul sistem energi nasional.
  • Bahlil menyinggung kebijakan pengurangan kerja sama operasi (KSO) dan mencabut izin perusahaan yang tidak menunjukkan kemajuan dalam pengembangan wilayah kerjanya.

Jakarta, FORTUNE - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan dugaan bahwa penurunan produksi minyak dan gas (migas) nasional tidak semata-mata disebabkan keterbatasan sumber daya alam, melainkan adanya unsur kesengajaan yang dirancang secara sistematis (by design). Pernyataan ini disampaikannya dalam Energi Mineral Forum 2025 di Hotel Kempinski, Jakarta, yang juga disiarkan virtual, Senin (26/5).

Menurut Bahlil, kondisi ini tidak sepenuhnya terjadi karena cadangan migas yang menipis. Ia mengeklaim Indonesia masih memiliki hampir 40.000 sumur, meskipun hanya sekitar 20.000 yang produktif, sementara banyak sumur potensial terbengkalai.

“Pertanyaannya, apakah ini karena kita kehabisan sumber daya? Saya jujur demi Allah, saya yakin ini ada unsur kesengajaan. Ini by design,” ujar Bahlil.

Dia mengingatkan Indonesia pernah menjadi negara yang disegani di kancah migas global dan salah satu penggagas Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pada era keemasan 1996-1997, lifting migas Indonesia mencapai 1,5 hingga 1,6 juta barel per hari (bph), sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500.000 bph.

"Sisanya, sekitar 1 juta barel per hari, diekspor dan menjadi penyumbang hingga 45 persen dari pendapatan negara," katanya.

Namun, krisis ekonomi 1998 disebutnya menjadi titik balik. Sejak saat itu, menurut Bahlil, regulasi migas mengalami perubahan fundamental yang justru melemahkan kekuatan dalam negeri. Pertamina, yang dahulu menjadi rujukan bahkan bagi Petronas Malaysia, perlahan kehilangan pengaruhnya.

“Dulu Petronas belajar dari Pertamina. Itu dikonfirmasi langsung ke saya oleh Presiden Direktur Pertamina. Tapi setelah reformasi, sistem migas kita mulai melemah,” ujar Bahlil.

Kondisi saat ini berbanding terbalik. Pada 2024, lifting migas Indonesia hanya sekitar 580.000 bph, sementara konsumsi nasional melonjak menjadi 1,6 juta bph. Defisit ini membuat Indonesia sangat bergantung pada impor.

Bahlil juga menyoroti kebijakan pengurangan Kerja Sama Operasi (KSO) yang sebelumnya menjadi instrumen penting peningkatan produksi. Ia mengapresiasi langkah menuju kedaulatan energi melalui pengerjaan oleh BUMN, tapi mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan oleh oknum pejabat maupun internal BUMN.

“Saya sudah mulai dirayu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tapi untuk Ibu Pertiwi, saya tidak akan mundur sejengkal pun,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengungkap adanya 301 hasil eksplorasi migas yang belum mencapai tahap plan of development (POD). Ia mengancam akan mengevaluasi hingga mencabut izin perusahaan yang tidak menunjukkan kemajuan pengembangan wilayah kerja, termasuk perusahaan besar.

Ia mencontohkan Blok Masela, yang dikelola Inpex Masela Ltd (anak usaha Inpex Corporation Jepang) selama 26 tahun.

“Saya sudah kasih surat peringatan pertama, sekarang peringatan kedua. Kalau masih main-main, ya mohon maaf, kami tidak akan segan mencabut izinnya,” kata Bahlil.

Sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto mengenai kemandirian energi dan pangan, Bahlil mengajak semua pihak bersikap tegas terhadap praktik yang menghambat sektor strategis ini.

“Kalau kita terus begini, kita hanya akan jadi pasar. Tapi kalau kita berani ambil sikap, kita bisa kembali jadi negara besar seperti dulu,” katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us