Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

CSIS: Kebijakan Tarif Trump Ingin Ganggu Ekonomi Cina di Semua Lini

Donald Trump presiden Amerika Serikat
Donald Trump (instagram.com/realdonaldtrump)
Intinya sih...
  • Kebijakan tarif AS bertujuan melemahkan Cina secara menyeluruh di semua lini ekonomi, bukan hanya sebagai kebijakan dagang biasa.
  • Penerapan tarif resiprokal AS pada negara-negara mitra dagang termasuk ASEAN berpotensi mengganggu rantai pasok kawasan.
  • Produk-produk yang dibuat oleh perusahaan Cina di luar negeri atau yang mengandung komponen asal Cina juga berpotensi terkena dampak dari kebijakan tarif AS.

Jakarta, FORTUNE - Pengenaan tarif baru oleh Amerika Serikat dinilai bukan sekadar kebijakan dagang biasa, melainkan strategi sistematis untuk melemahkan Cina di segala lini. Hal ini disampaikan oleh Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Riandy Laksono, dalam media briefing bertajuk "Merespon Kebijakan Tarif Trump", Kamis (10/7).

"Kalau bisa saya sarikan, melihat tarif juga transshipment, sepertinya ini makin jelas bahwa Amerika ingin menghambat Cina at all level (di semua level). Jadi tujuan utamanya menghambat Cina secara menyeluruh," ungkap Riandy.

Kebijakan tarif resiprokal AS yang diumumkan pada Senin (7/9) lalu, menurut Riandy, menyasar negara-negara mitra dagang termasuk di kawasan ASEAN, dengan alasan untuk menghindari praktik transshipment atau upaya pengalihan jalur produk Cina agar terlihat berasal dari negara lain.

Namun, Riandy menyoroti bahwa definisi transshipment yang dimaksud oleh AS masih belum jelas. Ia mempertanyakan apakah label tersebut hanya berlaku bagi produk yang sekadar mengganti asal negara di kemasan, atau juga mencakup penggunaan bahan baku Cina oleh pabrik-pabrik di negara lain.

"Permasalahannya sampai sekarang belum jelas transshipment itu apa. Tetapi banyak analis menduga, yang dimaksud lebih dari sekadar mengganti logo," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam konteks perdagangan bebas, transformasi kode HS (Harmonized System) dan perubahan signifikan pada struktur produk biasanya menjadi penentu asal barang. Misalnya, jika suatu negara mengimpor chip dari Cina lalu merakitnya menjadi laptop untuk diekspor ke AS, maka barang itu bisa dianggap bukan lagi produk transshipment.

Ingin mengubah rantai pasok global

Penerapan tarif resiprokal AS pada sejumlah negara Asia Tenggara pun cukup bervariasi. Indonesia dikenai tarif sebesar 32 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 25 persen, Filipina dan Vietnam masing-masing 20 persen. Sementara Korea Selatan dan Jepang mendapat tarif 25 persen. Khusus Vietnam, AS memberlakukan klausul tambahan: tarif 20 persen hanya berlaku jika seluruh komponen produk murni berasal dari Vietnam. Jika terbukti melakukan transshipment, tarifnya melonjak menjadi 40 persen .

"Jadi ada kemungkinan justru 40 persen ini adalah baseline-nya, bukan 20 persen-nya. Karena kesulitan membuktikan transshipment itu sendiri. Sampai kita paham betul apa itu transshipment-nya, baru kita bisa benar-benar berpuas diri," ujar Riandy.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa meski target utamanya adalah Cina, kebijakan tarif ini berisiko menimbulkan efek domino terhadap rantai pasok di kawasan, termasuk ASEAN. Produk-produk yang dibuat oleh perusahaan Cina di luar negeri, atau yang mengandung komponen asal Cina, juga berpotensi terkena dampak.

"Ini bukan sekadar tarif, tapi ini mengganggu rantai pasok kawasan. Amerika tidak hanya menargetkan produk 'made in Cina', tapi juga 'made by Cina'," tutur Riandy.

Riandy juga memperingatkan potensi eskalasi jika Cina merespons dengan tarif balasan, dan AS kemudian memperluas tarifnya ke negara-negara BRICS, termasuk Indonesia. Jika situasi ini berkembang menjadi saling menutup diri antarnegara, peluang yang sebelumnya terlihat dalam pengalihan rantai pasok bisa berubah menjadi ancaman ekonomi yang lebih luas.

"Yang tadinya kita duga opportunity, jadinya threat semua. Kalau ini diberlakukan secara broad, risiko berikutnya adalah semuanya akhirnya menutup diri," tuturnhya.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us