Trump Umumkan Gencatan Senjata Israel-Iran, Akhiri Konflik 12 Hari

- Donald Trump mengumumkan gencatan senjata antara Israel dan Iran setelah serangan udara besar-besaran AS.
- Serangan udara AS memicu parlemen Iran untuk menyetujui penutupan Selat Hormuz.
- Respons terukur dari Iran menunjukkan niat untuk tidak memperluas konflik lebih jauh.
Jakarta, FORTUNE - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Senin (24/6) mengumumkan gencatan senjata penuh dan total antara Israel dan Iran, mengakhiri konflik bersenjata selama 12 hari yang sempat mengancam perang besar di Timur Tengah. Pengumuman ini disampaikan tidak lama setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran akhir pekan lalu.
"Telah sepenuhnya disepakati oleh dan antara Israel dan Iran bahwa akan ada gencatan senjata yang lengkap dan total," demikian Trump melalui akun media sosial resminya.
Ia menjelaskan, gencatan senjata akan dimulai dari pihak Iran, kemudian diikuti Israel 12 jam kemudian. Masing-masing pihak diminta tetap damai dan saling menghormati. Trump menggambarkan keputusan ini sebagai hasil strategi militer terukur.
"Ini adalah perang yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menghancurkan seluruh Timur Tengah, tetapi itu tidak terjadi dan tidak akan pernah terjadi!” ujarnya.
Sebelum pengumuman gencatan senjata, demikian laporan Fortune, Iran sempat meluncurkan 14 rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, markas besar Komando Pusat militer AS. Trump menyatakan 13 rudal berhasil dijatuhkan oleh sistem pertahanan udara. Satu rudal lainnya dibiarkan karena tidak mengancam. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Iran karena memberikan pemberitahuan awal atas serangan balasan itu, sehingga tidak ada korban jiwa.
"Saya senang melaporkan bahwa tidak ada warga Amerika yang terluka, dan hampir tidak ada kerusakan yang terjadi," ujarnya.
Trump menambahkan, momen ini bisa menjadi momentum menuju “perdamaian dan harmoni di kawasan.”
Serangan udara AS terhadap Iran menggunakan bom penghancur bunker seberat 30.000 pon dan rudal Tomahawk, menyasar fasilitas nuklir utama yang dinilai sebagai ancaman strategis. Aksi ini memicu parlemen Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran vital bagi sekitar 20 persen minyak dan gas dunia. Meski demikian, dewan keamanan nasional Iran masih harus memutuskan pelaksanaannya secara resmi.
Pasar global sempat merespons dengan hati-hati, tetapi harga minyak pada Senin sore mulai kembali ke level normal. Trump pun menyerukan negara-negara penghasil minyak untuk memompa lebih banyak demi menjaga harga tetap stabil.
Mantan Direktur CIA dan Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, mengatakan respons Iran yang terukur mengindikasikan kemampuan militernya sudah terpukul dan menunjukkan niat untuk tidak memperluas konflik lebih jauh.
"Mereka tidak tertarik untuk meningkatkan perang, baik dengan Israel maupun Amerika Serikat," ujarnya.
Meski spekulasi politik mengenai masa depan rezim Iran kembali muncul setelah Trump memposting pernyataan kontroversial terkait kemungkinan pergantian rezim, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, segera menegaskan bahwa postur militer AS tidak berubah. Ia menyatakan bahwa pernyataan Trump lebih merupakan pertanyaan reflektif ketimbang sinyal kebijakan baru.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi dari Israel maupun Iran terkait kesepakatan gencatan senjata tersebut, pernyataan Trump membuka ruang bagi harapan akan de-eskalasi lebih lanjut. Para pengamat menilai stabilitas kawasan tetap rapuh, terutama jika diplomasi tidak segera menyusul kesepakatan ini.