BUSINESS

Berangkat dari Solo, Kisah Andi Wijaya Bawa Prodia Tetap Eksis

Dia termasuk tokoh penting dalam industri kesehatan.

Berangkat dari Solo, Kisah Andi Wijaya Bawa Prodia Tetap EksisKomisaris Utama PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) Andi Wijaya saat ditemui di kantornya kawasan Senen, Jakarta. (Dok. Fortune Indonesia)
10 April 2024

Fortune Recap

  • Andi Wijaya, pendiri Prodia, berusia 87 tahun dan terlibat dalam industri kesehatan Indonesia selama 30 tahun.
  • Prodia didirikan pada 1973 setelah Andi dan rekannya menjadi pendonor darah bagi istri salah satu pendiri Prodia yang hendak melahirkan.
  • Andi merasa heran dengan ketidakakuratan tes darah di rumah sakit saat itu dan mendapat saran untuk membuka laboratorium klinik sendiri.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Usia Andi Wijaya sudah 87, suatu fase yang biasa disebut sebagai octogenarian. Di antara orang-orang Indonesia, pencapaian tersebut tergolong istimewa. Umur panjangnya bisa saja berakar pada banyak hal. Salah satunya mungkin daya hidupnya yang kuat. 

Ketika Fortune Indonesia menemuinya di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, dia natural saja menunjukkan semangat itu. Andi tidak canggung membagikan senyum dan melontarkan sapa pada orang-orang yang berpapasan dengannya. 

Pria itu termasuk tokoh penting dalam industri kesehatan Tanah Air. Dia satu dari empat pendiri Prodia yang dengan pengalaman dan kebijaksanaannya, sanggup memimpin Prodia selama 30 tahun hingga 2003. Siapa pun kini dapat menyaksikan bahwa Prodia telah menjadi salah satu perusahaan yang bergerak di garis depan dalam pelayanan diagnostik medis di Indonesia. 

Dan semua itu dirintis oleh Andi, Gunawan Prawiro Soeharto, Hamdono Widjojo, serta Singgih Hidayat, dari Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada 1973. 

Andi mengisahkan bahwa Prodia lahir dari kecemasan soal ketidakakuratan tes darah. Pada suatu hari, Hetty Lestari, istri Gunawan, hendak melahirkan. Namun, kondisi kandungannya bermasalah. Perempuan itu mengalami suatu kondisi yang diistilahkan dengan plasenta previa.

Jika ibu hamil mengalami itu, ari-ari atau plasentanya berada di bagian bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Karena situasi yang berisiko tersebut, dokter yang menanganinya memutuskan bahwa Hetty harus menjalani operasi caesar. 

Masalahnya, itu zaman ketika Solo belum punya Palang Merah Indonesia (PMI). Karenanya, pihak rumah sakit membutuhkan pendonor langsung. 

“Saya, Singgih, dan Hamdono bersedia menjadi pendonor bagi Hetty. Saya tahu betul golongan darah saya B. Singgih dan Hamdono jelas bukan O, sementara Gunawan O. Namun, hasil pemeriksaan memperlihatkan golongan darah mereka semuanya O,” kata Komisaris Utama PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA) ini kepada Fortune Indonesia (22/2).

Dengan hasil tes darah tersebut, Andi merasa heran. Bagaimana mungkin pemeriksaan yang begitu sederhana berujung kekeliruan. Dia ingat betul bahwa dari semua kawannya itu, hanya golongan darah Gunawan yang O. Dia pun mendatangi sang dokter kandungan dan mempertanyakan hasil tes darahnya. Tetapi, ia justru terkejut mendengar jawaban sang dokter. 

“Kamu buka laboratorium klinik saja. Kamu dosen kimia klinik, kamu ahlinya,” demikian kata-kata sang dokter yang ditirukan Andi. Pada saat itu, Andi memang seorang pengajar di Universitas Atma Jaya, Solo. 

Related Topics