BUSINESS

Harga TBS Tak Kunjung Naik, Petani Sawit Minta DMO dan DPO Dihapus

Petani sawit menjerit karena harga TBS tiarap.

Harga TBS Tak Kunjung Naik, Petani Sawit Minta DMO dan DPO DihapusSejumlah pengunjukrasa yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memperlihatkan buah sawit saat berunjuk rasa di depan Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/5). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
by
30 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Petani sawit meminta pemerintah untuk menghapus kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Sebab, kebijakan tersebut serta flush out (FO) ini disinyalir jadi biang kerok lambatnya ekspor CPO, dan anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, mengatakan harga rata-rata TBS saat ini berkisar Rp845 per kilogram untuk petani nonmitra, dan Rp1.441 per kilogram untuk petani mitra. Harga TBS petani mitra produsen sawit masih berada di bawah harga patokan Dinas Perkebunan.

"Begitu tragisnya nasib petani sawit saat ini, hari demi hari (harga TBS) terus berkurang," kata Gulat dalam keterangannya, Rabu (29/6).

Selama ini mekanisme perhitungan harga TBS sawit di Indonesia tidak pernah menggunakan komponen biaya produksi atau harga pokok produksi (HPP), melainkan hasil tender internasional di Rotterdam yang kemudian ditender di dalam negeri.

"Harga tender di dalam negeri sangat mencengangkan yaitu hanya Rp8.000, sedangkan harga tender CPO internasional itu mencapai Rp20.400," ujarnya.

Ada sebab lainnya

Harga TBS di dalam negeri lebih rendah hingga 60 persen dari harga minyak sawit mentah (CPO) dunia. Menurut Gulat, perbedaan harganya secara domestik dan internasional disebabkan oleh sejumlah aturan yang ditetapkan pemerintah seperti DMO dan DPO.

Selain itu, faktor yang membuat harga TBS domestik rendah adalah biaya fiskal eksportasi CPO, yakni bea keluar (BK), dan pungutan ekspor (PE). “Ini semuanya beban. Maka tergeruslah harga dari Rp20.400 menjadi Rp8.000. Ini sangat mencengangkan," katanya.

Petani berharap pemerintah segera menghapuskan 'beban-beban' yang selama ini menjatuhkan harga TBS petani. Dua di antaranya, yaitu DMO dan DPO, bisa mulai segera dihapuskan agar bisa kembali memperbaiki harga TBS petani di dalam negeri.

"Kalau untuk BK (Bea Keluar) dan PE (Pungutan Ekspor) kami setuju tetap dilanjutkan. Tapi kalau untuk yang 3 beban (DMO, DPO dan FO), itu harus dihapus,” ujarnya.

Pembelaan pemerintah terhadap DMO dan DPO

Ilustrasi minyak goreng curah. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Related Topics