BUSINESS

Listrik Tambang Bitcoin di Tiongkok Setara Listrik Rumah se-Jawa

Penambangan bitcoin di China makan listrik 78 TWh.

Listrik Tambang Bitcoin di Tiongkok Setara Listrik Rumah se-JawaIlustrasi cara menambang Bitcoin. (Shutterstock/Morrowind)

by Hendra Friana

30 September 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Tindakan keras pemerintah Tiongkok terhadap bitcoin dan mata uang kripto lainnya membuat aktivitas penambangan koin digital di negara tersebut menurun drastis. Para penambang memindahkan server ke tempat-tempat dengan listrik murah dan lingkungan peraturan lebih ramah seperti Kazakhstan, dan Texas, Amerika Serikat.

Selama ini, Tiongkok merupakan negara penambang bitcoin terbesar. 65 persen koin yang beredar di seluruh dunia diproduksi di sana.

Rystad Energy—firma riset yang berbasis di Oslo, Norwegia—memperkirakan penambangan bitcoin di Negeri Panda membutuhkan 86 TWh listrik per tahun. Jumlah itu bahkan lebih besar dari konsumsi listrik rumah tangga di Pulau Jawa sepanjang 2020 yang mencapai 70 TWh.

Kondisi itu pula yang menyebabkan bitcoin dituding sebagai instrumen investasi yang tidak ramah lingkungan. Pasalnya, 63 persen dari total energi yang digunakan para penambang bitcoin di Tiongkok berasal dari tenaga batu bara, mayoritas di provinsi Tiongkok seperti Xinjiang dan Mongolia Dalam.

Jika Tiongkok berhasil menghentikan seluruh aktivitas penambangan tersebut, mereka dapat menekan emisi CO2 sebanyak 56 juta ton per tahun.

Komitmen Kurangi Emisi

Negeri itu sedang gencar mengurangi emisi karbon dalam perjuangan melawan bencana perubahan iklim. Hal ini sejalan dengan komitmen Presiden Xi Jinping untuk menekan emisi CO2 hingga 65 persen pada 2030.

Belakangan, larangan terhadap penambangan kripto kian tegas menyusul krisis pasokan listrik yang menerpa negara itu. Proses produksi di banyak pabrik pun terganggu, termasuk pemasok perusahaan teknologi dunia, Apple dan Tesla. Beberapa kota di Provinsi Guangdong yang berada di wilayah selatan dan terkenal sebagai pusat manufaktur telah meminta industri untuk mengekang penggunaan listrik dengan menangguhkan sementara operasionalnya.

Sebagai pemasok setrum, Dewan Listrik Tiongkok, menyatakan perusahaan listrik tenaga batu bara sekarang "memperluas saluran pengadaan mereka dengan biaya berapa pun" untuk menjamin panas musim dingin dan pasokan listrik.

Carlos Torres Diaz, Kepala penelitian tenaga dan gas Rystad Energy, mengatakan Tiongkok menghasilkan sekitar 7.815 TWh listrik pada 2020. Selain batu bara, pembangkit listrik tenaga air memasok sekitar 17 persen dan 20 persen sisanya berasal dari campuran sumber lain termasuk angin, nuklir, gas dan matahari. 

Sedangkan perkiraan emisi karbon dari total produksi listrik China adalah sekitar 5.200 Mt tahun lalu, yang sebagian besar dipancarkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara.

“Meskipun pangsa emisi dari penambangan bitcoin di Tiongkok tetap kecil dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lainnya, masih masuk akal bagi pemerintah Tiongkok untuk mengekang produksi cryptocurrency karena intensitas energi dari kegiatan ini sangat tinggi. Ini adalah salah satu dari banyak sektor yang perlu ditargetkan Cina untuk memenuhi janjinya untuk menjadi netral karbon pada tahun 2060 dan mencapai emisi puncak pada tahun 2030,” tuturnya.

Hindari Spekulasi

Founder & CEO Bitocto, Milken Jonathan, mengatakan kebijakan keras Tiongkok terhadap mata uang kripto juga bertujuan untuk menghindari risiko spekulatif terhadap pasar keuangannya. Di saat yang sama, bank sentral tengah menguji mata uang digitalnya sendiri.

“Larangan dari Tiongkok sudah sering disuarakan, tapi terutama untuk tahun ini lebih 'bertaring'. Mengapa demikian? Kami berasumsi bahwa mereka ingin Central Bank Digital Currency (CBDC) mereka tidak terganggu oleh aset kripto lainnya yang bisa memicu capital outflow dan lain sebagainya,” ujarnya kepada Fortune Indonesia Rabu (29/9).

Di sisi lain, langkah tegas pemerintah Tiongkok memberikan dampak positif dalam jangka panjang. “Karena ketergantungan terhadap suatu negara tidak baik. Melihat contoh penambang bitcoin telah terdistribusi lebih baik dibanding sebelum larangan penambangan, di mana penambang terlalu banyak di sana.”

Meski demikian, kata dia, tentu dengan semua berita larangan akan memicu volatilitas dan tren turun dalam jangka pendek. Namun, pada saat-saat inilah investor jangka panjang bisa mulai mengambil posisi. Melihat tren pergerakan harga bitcoin dari setiap berita larangan dari Cina, rata-rata memerlukan tiga bulanan untuk memulai pemulihan kembali.

Related Topics