Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Seorang pekerja mengendarai forklift mengangkut ingot yang diproduksi PT Inalum di Smelter Kuala Tanjung, Batubara, Selasa (2/9/2025) (IDN Times/Doni Hermawan)
Seorang pekerja mengendarai forklift mengangkut ingot yang diproduksi PT Inalum di Smelter Kuala Tanjung, Batubara, Selasa (2/9/2025) (IDN Times/Doni Hermawan)

Intinya sih...

  • Pendanaan ditujukan untuk proyek hilirisasi bauksit menjadi alumina di Mempawah, Kalimantan Barat.

  • Struktur pendanaan proyek SGAR menggunakan skema project financing.

  • Direktur Utama Inalum memastikan kendali perusahaan tetap berada di tangan Indonesia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berharap Danantara Indonesia dapat mengucurkan pendanaan sekitar US$192 juta untuk mendukung proyek hilirisasi bauksit menjadi alumina terutama dalam pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase I dan Fase II di Mempawah, Kalimantan Barat.

Nilai tersebut merupakan porsi investasi yang dibutuhkan dari sisi ekuitas jika Danantara mengambil bagian sekitar 15 persen dari total saham proyek tersebut.

Direktur Utama Inalum, Melati Sarnita, menjelaskan struktur pendanaan proyek SGAR dirancang menggunakan skema project financing, dengan komposisi pembiayaan 60 persen utang dan 40 persen ekuitas.

“Sebetulnya majority itu masih di Inalum,” kata Melati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR-RI, Kamis (20/11).

Inalum menggunakan teknologi asal Cina karena dinilai paling efektif dan kompetitif. Namun, keterlibatan mereka dibatasi hanya 5–10 persen saham sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerja teknologi sepanjang umur proyek.

Dalam proyek SGAR fase II yang berkapasitas 600.000 ton, pihaknya meminta penyedia teknologi ikut sebagai pemegang saham minoritas agar transfer teknologi berjalan efektif.

“Kami ingin teknologi terbaru, bukan teknologi 50 tahun lalu. Kalau ada risiko, mereka harus ikut bertanggung jawab,” kata Melati.

Inalum juga sedang menjajaki kerja sama dengan sejumlah investor global dari luar Cina. Strateginya adalah menggandeng mitra yang tidak hanya menyuntikkan modal, tetapi juga bersedia menyerap sebagian produk, untuk mengurangi risiko pendapatan akibat volatilitas pasar dan kebijakan pemerintah.

Danantara sudah kirim LOI

Dia memastikan Danantara telah mengirimkan Letter of Intent (LOI). Saat ini perusahaan sedang melakukan due diligence sebelum mengambil keputusan final terkait investasi.

“Kami sangat berharap dukungan Danantara melalui skema pembiayaan inovatif dan kolaborasi strategis dengan mitra global,” ujarnya.

Total kebutuhan pendanaan untuk proyek hilirisasi bauksit ini disebut bisa mencapai lebih dari US$3 miliar. Nantinya, akan dibentuk anak usaha baru untuk mengelola smelter alumina Mempawah, dengan struktur kepemilikan melibatkan beberapa investor.

Melati menyampaikan progres pembangunan SGAR Fase I telah mencapai 98,56 persen. Fasilitas ini memiliki kapasitas produksi 1 juta ton alumina per tahun, dengan komposisi kepemilikan Inalum 60 persen dan Antam 40 persen.

SGAR Fase I dijadwalkan memasuki masa operasionalisasi komersial (Commercial Operation Date/COD) pada 2025.

Sementara itu, SGAR Fase II menargetkan kapasitas 1–2 juta ton alumina per tahun. Tahapan final investment decision (FID) dilakukan pada 2025, dengan tahapan perancangan, pengadaan, dan pembangunan (EPC) dijadwalkan berlangsung pada 2026–2028 sebelum mulai beroperasi pada 2028.

Selain proyek SGAR, Inalum juga tengah mengebut pengembangan smelter aluminium kedua berkapasitas 600.000 ton aluminium per tahun. Proyek ini membutuhkan pasokan listrik masif sekitar 932 MW, dengan rencana total kapasitas terpasang mencapai 1,2 GW.

Inalum memproyeksikan peningkatan kapasitas lebih lanjut melalui proyek New Potline 4 serta upgrading sistem existing Potline 1 dan 3, dengan target optimalisasi berlangsung pada 2029–2031.

Dengan kebutuhan investasi besar, Melati menegaskan bahwa kehadiran mitra seperti Danantara sangat penting untuk mempercepat hilirisasi bauksit nasional.

“Kami ingin memastikan seluruh risiko proyek dapat diminimalkan, dan kolaborasi dengan investor yang tepat adalah kunci,” katanya.

 

Editorial Team