Pengamat Soroti Suntikan PMN ke 10 BUMN Sebagai Pemborosan
Kontribusi dividen dan pengajuan PMN dinilai tak sebanding.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai Rp73,26 triliun sebagai pemborosan.
Kebijakan ini dianggap tak bijaksana di tengah ancaman pelebaran subsidi energi. “Tidak layak suntikan PMN sebesar itu ke BUMN, terlebih APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sedang menghadapi pelebaran subsidi energi, biaya penyelenggaraan pemilu, dan naiknya beban belanja bunga utang serta belanja rutin tahun 2023,” kata Bhima kepada Fortune Indonesia, Rabu (6/7).
Menurut Bhima, peningkatan PMN ke BUMN akan menambah sempit ruang fiskal. Apalagi, kontribusi dividen BUMN ke negara dan jumlah PMN diterima tidak seimbang. Target dividen yang harus dipenuhi BUMN pada 2022 ini mencapai Rp39,7 triliun.
“BUMN berkontribusi ke negara dalam bentuk dividen hanya sekitar Rp41 triliun (tahun buku 2021), sementara minta PMN sampai Rp73,26 triliun (tahun anggaran 2023). Ini tidak sebanding,” ujarnya.
Pentingnya seleksi BUMN yang layak dapat PMN
Bhima mengungkapkan, sejak awal pihaknya telah mengingatkan pemerintah untuk menyeleksi BUMN mana saja yang layak mendapatkan PMN. “Kalau BUMN sakit, bahkan sebelum pandemi leverage-nya sudah besar, operasional kurang efisien, IRR (Internal Rate of Return) dalam pengerjaan proyek kecil … ya untuk apa disuntik PMN terus?” ucapnya sembari menyindir pemerintah.
Beberapa BUMN yang terus disuntik, bahkan mengalami pembengkakan cost overrun. Hal ini disebabkan oleh kesalahan perencanaan. “Misalnya proyek kereta cepat jakarta-bandung, itu cost overrun terus. Nanti saat mulai beroperasi, dikhawatirkan terus minta PMN ke pemerintah, kan menjadi beban,” tuturnya.
Perkiraan BUMN yang berkinerja baik
Namun demikian, ada beberapa BUMN yang dianggap mampu mengelola PMN yang diberikan dengan efektif dan efisien. Bahkan, beberapa diantaranya dianggap bisa menghasilkan kinerja cukup baik di masa depan.
Defend ID misalnya yang mendapat PMN Rp3,8 triliun untuk mengembangkan usaha dengan membangun fasilitas dan kapasitas produksi infrastruktur pertahanan, radar pesawat, kapal, amunisi, dan modernisasi senjata. “Karena belanja pertahanan memang besar dan selama ini bergantung dari impor,” ujarnya.
Berikutnya, Food ID yang mendukung ketahanan pangan nasional lewat PMN mencapai Rp4,6 triliun. PMN dinilai akan memberikan manfaat terutama dalam menghadapi krisis pangan yang cukup krusial dalam beberapa waktu ke depan. “Berikutnya, PT Reasuransi Indonesia Utama dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (IFG) yang akan mendukung bisnis UMKM terkait penjaminan pinjaman,” katanya.
BUMN berkontribusi besar ke negara
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Menteri BUMN, Erick Thohir, mengungkapkan kontribusi BUMN ke negara jika diakumulasi begitu tinggi. Bahkan, selama tiga tahun terakhir, kontribusi perusahaan-perusahaan pelat merah ke negara mencapai Rp1.200 triliun. Angka ini didapat dari akumulasi dividen, pajak dan bagi hasil.
Erick membandingkan realisasi pendapatan BUMN di tahun 2021 yang mencapai Rp1.983 triliun dengan realisasi pendapatan negara 2021 sebesar Rp2.003,1 triliun. Jumlah pendapatan BUMN, kata Erick, sudah setara 99 persen dari pendapatan APBN.
“Alhamdulillah laba 2021 dibandingkan tahun sebelumnya, yang tadinya Rp13 triliun, sekarang dengan segala efisiensi dan perbaikan model bisnis yang didukung Komisi VI, laba untuk 2021 sebesar Rp126 triliun. Ini adalah prestasi yang saya rasa luar biasa,” ucap Erick.