Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dinilai Bebani Masyarakat, Skema Co-payment Asuransi Bakal Ditunda

ilustrasi asuransi (pexels.com/Leeloo The First)
Intinya sih...
  • OJK akan menunda penerapan skema co-payment asuransi setelah usulan dari DPR yang menyebut aturan ini membebani masyarakat.
  • Rasio klaim & inflasi medis yang meningkat jadi alasan OJK terapkan co-payment untuk menjaga keberlangsungan bisnis industri asuransi kesehatan.
  • Kinerja asuransi komersial tumbuh 3,27 persen (yoy) dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp60,6 triliun dan premi asuransi umum serta reasuransi sebesar Rp55,84 triliun.

Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menunda penerapan skema co-payment bagi industri asuransi setelah menerima usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyebut aturan ini bakal membebani masyarakat luas. 

Hal itu tertuang dari hasil rapat rapat Kerja bersama OJK di Gedung Parlemen DPR RI, Senin (30/6). Seperti diketahui, skema ini awalnya akan diberlakukan pada 1 Januari 2026 melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025.

Anggota Komisi XI DPR, Eric Hermawan menilai aturan ini tidak berkeadilan dan lebih menguntungkan pihak pelaku industri asuransi. Untuk itu, pihaknya meminta untuk menunda penerapannya hingga 2027 mendatang atau setelah diterbitkannya aturan atau POJK baru.

“Co-payment ini justru membebani masyarakat. Harusnya ada pendekatan kepada rakyat. Mereka yang akan terdampak, tapi tidak diajak bicara. Yang diuntungkan ya perusahaan asuransi,” kata Eric dikutip melalui konferensi video yang dikutip di Jakarta, Senin (30/6).

Selain itu, Ketua Komisi XI DPR M. Misbakhun menyatakan penundaan ini untuk mengkaji lebih dalam dampak bisnis dan memperkuat dasar hukum dari penerapan skema asuransi ke depan. Ia menilai, OJK belum melakukan penelitian yang mendalam dan menyeluruh terkait skema ini dan terburu-buru menetapkan surat edaran.

"Dalam rangka penyusunan POJK sebagaimana dimaksud dalam poin 2, OJK menunda pelaksanaan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan produk asuransi kesehatan sampai diberlakukannya POJK," kata Misbakhun.

Rasio klaim & inflasi medis yang meningkat jadi alasan OJK terapkan co-payment

ilustrasi asuransi (pexels.com/Kindel Media)

Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menjabarkan latar belakang penerapan skema co-payment adalah untuk menjaga keberlangsungan bisnis industri asuransi kesehatan. Kondisi ini menurutnya perlu dilakukan ditengah rasio klaim dan inflasi medis yang semakin meningkat.

"Klaim ratio itu sudah mendekati 100 persen, bahkan kalau dimasukin dengan OPEX-nya itu sudah di atas lagi. Jadi itu tahun lalu rata-rata naikkan premi asuransi kesehatan itu kan mencapai lebih dari 40 persen. Jadi sebenarnya sudah cukup tinggi premi yang dibayarkan. Jadi ini adalah salah satu langkah untuk memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan,” kata Ogi. 

Seperti diketahui, melalui skema ini, Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim rawat jalan maupun rawat inap. Co-payment yang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp3.000.000 untuk klaim rawat inap.

Di sisi lain, kinerja asuransi komersial berupa pendapatan premi pada periode Januari-April 2025 mencapai Rp116,44 triliun, atau masih tumbuh 3,27 persen (yoy). Capaian ini terdiri dari premi asuransi jiwa yang tumbuh sebesar 1,05 persen (yoy) dengan nilai sebesar Rp60,6 triliun, dan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 5,79 persen (yoy) dengan nilai sebesar Rp55,84 triliun.  

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us