FINANCE

NIK jadi NPWP, Pemilik KTP Otomatis Jadi Wajib Pajak?

Penggunaan NIK sebagai NPWP perkuat administrasi pajak.

NIK jadi NPWP, Pemilik KTP Otomatis Jadi Wajib Pajak?Ilustrasi UU HPP. (ShutterStock/EtiAmmos)
by
12 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Neilmaldrin Noor mengatakan pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak otomatis menyebabkan pemilik KTP dikenai pajak. Menurutnya, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebagai Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP).

"Untuk pengenaan pajak, pemilik NIK harus telah memenuhi syarat subjektif (termasuk sebagai subjek pajak) dan objektif (mendapatkan penghasilan setahun di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak)," kata Neilmaldrin seperti dikutip dari Antara, Senin (11/10).

Ia menjelaskan pemberlakuan NIK menjadi NPWP pada dasarnya akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung. Pemberlakuan itu pun akan mengintegrasikan sistem administrasi perpajakan dengan basis data kependudukan, serta memberi kemudahan dan kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri pada Juni 2020, terdapat 194.332.413 jiwa yang wajib memiliki KTP atau Warga Negara Indonesia (WNI) di atas usia 17 tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 192.468.599 jiwa telah melakukan rekam KTP elektronik (e-KTP). NIK yang tercantum di KTP nantinya dapat mempermudah melakukan berbagai transaksi, termasuk tidak perlu repot melakukan pendaftaran diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) karena NIK tersebut berfungsi sebagai NPWP.

NIK mudahkan sebagai wajib pajak

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, menyatakan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan memudahkan wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajak mereka. "Hal ini terkait dengan perubahan UU KUP yang ditujukan untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum," kata Menkumham dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, beberapa hari lalu.

Yasonna menjelaskan langkah ini merupakan terobosan baru yang dilakukan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan. Menurutnya, para wajib pajak akan semakin mudah dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka jika NPWP diganti dengan NIK.

Meski demikian, ia menegaskan penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, namun tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Syarat WNI yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan setahun di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Dalam UU HPP, pemerintah menaikkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi dari sebelumnya Rp 50 juta menjadi Rp60 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen. Lapisan PKP sisanya mengikuti aturan sebelumnya, seperti lapisan 60 - Rp 250 juta dikenakan tarif 15 persen. Kemudian, Rp 250 - Rp 500 juta tarif 25 persen, dan Rp500 juta - Rp5 miliar tarif 30 persen.

Di sisi lain, pemerintah turut menambah lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar.

Sementara untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap yaitu Rp4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang dan tambahan Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang menikah, serta ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.

Diharapkan dengan pengesahan UU HPP, pemerintah bisa menambah penerimaan pajak hingga Rp139,3 triliun pada tahun depan dari target yang telah ditetapkan.
 

Related Topics