Pemerintah Klaim Pajak Karbon Tak Beratkan Industri
Pada tahap awal, pajak kabon hanya dikenakan pada PLTU.
Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memastikan penerapan pajak karbon tak akan memberatkan industri di dalam negeri. Sebab, tarif yang dikenakan masih rendah, yakni Rp30 per kg karbondioksida ekuivalen (CO2e).
Di samping itu, dalam tahap pertama implementasi pada 2022–2024, pengenaan pajak karbon juga masih terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang selama ini telah menjalankan skema perdagangan karbon.
"Dampak dari pajak karbon ini akan terbatas karena pengenaannya masih dengan cap (tertutup) dan tarif pajak karbon masih konservatif," ujar Febrio dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (25/10).
Menurut Febrio, pengenaan pajak karbon cepat atau lambat harus mulai karena telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pemerintah akan terus melakukan perubahan-perubahan kebijakan seiring dengan akan berlakunya perdagangan karbon di dalam negeri.
"Pajak karbon ke depan akan terus kita bangun sesuai perkembangan pasar karbon tersebut," katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menilai pengenaan pajak karbon dan implementasi pasar karbon diharapkan dapat mendorong pelaku industri untuk beralih dari bisnis energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Nantinya dua kombinasi kebijakan tersebut juga akan didorong untuk mempercepat pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) dalam menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
"Jadi ini bukan hanya kita melihat tahun ini, tapi ini bagian dari reform kita untuk memperbaiki ekonomi hijau di Indonesia ke depan," tandasnya.