FINANCE

Pemerintah Yakin UU HPP Naikkan Tax Ratio ke 10,12% di 2025

Selain UU HPP, core tax system akan bantu kerek rasio pajak.

Pemerintah Yakin UU HPP Naikkan Tax Ratio ke 10,12% di 2025Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.
11 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah optimistis dapat meningkatkan rasio pajak 10,12 persen pada 2025 dengan penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan peningkatkan rasio pajak tersebut akan mulai terlihat pada 2022.

UU HPP akan menaikkan penerimaan pajak minimal Rp139 triliun, sehingga tax ratio Indonesia dapat mencapai 9,22 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2022. Sementara tanpa UU HPP, rasio pajak tahun depan hanya mencapai 8,4 persen dari PDB.

Sejalan dengan implementasi UU HPP, pemerintah juga akan  terus mengembangkan sistem inti perpajakan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. 

"Basis perpajakan Indonesia akan lebih luas dan kuat namun tetap berpihak kepada kelompok yang tidak mampu. Dengan demikian rasio perpajakan dapat ditingkatkan lagi seiring dengan pemulihan ekonomi dan UU HPP," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (7/10).

Sebagai catatan, sistem inti perpajakan adalah program utama Tim Reformasi Perpajakan yang dibentuk Sri Mulyani pada akhir 2016. Bentuknya berupa sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) termasuk otomasi proses bisnis mulai dari proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting.

Sistem baru itu akan menggantikan sistem teknologi informasi Ditjen Pajak saat ini yang belum terintegrasi serta memiliki keterbatasan dalam memenuhi berbagai fungsi kritis yang diperlukan.

Sistem Informasi DJP yang berusia lebih dari 15 juga dinilai sudah tidak selaras dengan perkembangan teknologi informasi sehingga tidak dapat dikembangkan lebih lanjut.

Butuh beberapa tahun untuk membangun sistem inti perpajakan, tutur Sri Mulyani. Kualitas, proses, dan tata kelolanya mesti dijaga agar bebas dari korupsi dan konflik kepentingan, serta agar beroleh hasil paling baik bagi sistem perpajakan Indonesia. 

Menurutnya, dengan penambahan jumlah pembayar pajak dan makin kompleksnya kegiatan ekonomi, Indonesia memerlukan pembangunan teknologi informasi yang andal dan kredibel serta mampu melayani masyarakat secara efisien.

Aturan Baru Kerek Penerimaan

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan penambahan penerimaan pajak usai penerapan UU HPP antara lain berasal dari kenaikan tarif PPN, program pengungkapan wajib pajak sukarela (tax amnesty), penambahan lapis penghasilan wajib pajak orang pribadi, dan tarif PPh Badan yang tetap 22 persen.

Bahkan menurut Suahasil, penerimaan pajak 2023 bisa bertambah Rp150-160 triliun dengan kebijakan tersebut. "DJP bekerja keras meng-cover bidang-bidang yang menjadi sumber penerimaan," ujarnya.

Sebagai catatan, peningkatan tarif PPN menjadi 11 persen akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2022. Selanjutnya tarif tersebut akan kembali naik menjadi 12 persen pada 2025.

Kemudian, program pengungkapan pajak sukarela akan berlaku mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Lalu, penambahan lapis pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yakni menjadi 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar serta tarif PPh Badan sebesar 22 persen juga akan mulai berlaku tahun depan.

Related Topics