28 July 2022
Jakarta, FORTUNE - Di tengah pemulihan ekonomi, perbankan terus berupaya menjaga kualitas aset kredit miliknya agar tidak menjadi kredit macet untuk tetap stabil mengelola likuiditas.
Hal tersebut juga dilakukan oleh BRI dan BCA dalam mengelola kredit milikinya. Apalagi, kedua bank kelas kakap ini sangat lihai dalam hal penyaluran kredit. Lantas seperti apa strateginya?
NPL BRI turun menjadi 3,26%
Bank dengan kemampuan khusus kredit UMKM ini tercatat telah menyalurkan kredit senilai Rp1.104 triliun atau tumbuh 8,75 persen (yoy) di semester I-2022.
Kemampuan BRI dalam menyalurkan kredit mampu diimbangi dengan manajemen risiko yang baik. Hal tersebut tercermin dari rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) (gross) BRI secara konsolidasian di level 3,26 persen. Level tersebut turun bila dibandingkan dengan semester I-2021 di level 3,3 persen.
Direktur Utama BRI menyatakan, strategi BRI dalam menjaga NPL yakni dengan selective growth, berfokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi kuat serta eksposur minimum terhadap gejolak tersebut, seperti pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman.
“Upaya lain yang dilakukan BRI untuk menjaga NPL yakni selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah, serta menerapkan soft landing strategy dengan menyiapkan pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi”, ungkap Sunarso saat konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (27/7).
Di sisi lain, BRI menyiapkan pencadangan sebagai langkah antisipatif atas potensi pemburukan kredit. NPL Coverage BRI tercatat sebesar 266,26 persen di akhir kuartal II 2022. Angka ini meningkat dibandingkan dengan NPL Coverage di akhir Kuartal II 2021 yang sebesar 252,59 persen.
NPL BCA turun menjadi 2,2%
Hingga semester I-2022, BCA juga telah menyalurkan kredit senilai Rp675,4 triliun atau mampu tumbuh kuat 13,8 persen (yoy).
Tercatat, rasio kredit bermasalah BCA hingga semester I-2022 mampu ditekan menjadi 2,2 persen atau lebih baik dari periode yang sama tahun lalu di 2,4 persen.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, strategi perseroan menekan NPL ialah dengan mengamati sektor usaha dan menilai performa atau kinerja suatu perusahaan. Hal tersebut juga didukung relaksasi restrukturisasi.
"Kalau bagus ya dikasih kredit tapi kalau sektor bagus tapi performa tidak ya nggak. Jadi per debitur yang memang butuh dibantu. Kadang debitur sektor bisnis utamanya bagus minta kredit tapi bukan ke sektor yang bagus untuk dikembangkan," jelas Jahja melalui konferensi video di Jakarta, Rabu (27/7).
Di sisi lain, Rasio loan at risk (LAR) juga semakin turun ke level 12,3 persen di semester I 2022, dibandingkan 19,1 persen di tahun sebelumnya.