Lelang Fosil Ceratosaurus Bernilai Rp96 Miliar Picu Kekhawatiran Ilmuwan

Jakarta, FORTUNE - Spesimen dinosaurus predator berusia 150 juta tahun akan dilelang oleh Sotheby’s dengan taksiran harga antara US$4 juta hingga 6 juta atau sekitar Rp64–96 miliar. Sejumlah ahli paleontologi mengkhawatirkan dampaknya terhadap pasar fosil global.
Pada 1999, Brock Sisson—remaja berusia 16 tahun yang bekerja di Museum of Ancient Life, Utah—diberikan sebuah kotak yang berisi rahang atas dan tanduk hidung Ceratosaurus muda. Spesimen itu kini menjadi pusat perhatian dunia paleontologi.
Fosil tersebut ditemukan pada 1996 dekat Bone Cabin Quarry, Wyoming, dan merupakan satu-satunya kerangka Ceratosaurus muda yang pernah ditemukan. Panjangnya 3 meter dan memiliki tengkorak lengkap yang terdiri dari 57 tulang tipis. Sotheby’s akan melelang fosil ini pada 16 Juli 2025.
“Secara ilmiah, ini spesimen yang sangat menarik, tapi saat itu seperti hanya dibiarkan dan tidak mendapat perhatian,” kata Sisson, yang kini memiliki perusahaan paleontologi komersial, Fossilogic, melansir New York Times (17/6).
Museum of Ancient Life menjual fosil tersebut kepada Sisson pada 2024, tapi tidak mengungkap nilai transaksinya. CEO Thanksgiving Point, McKay Christensen, menyatakan bahwa keputusan penjualan diambil dengan “persetujuan bulat” dewan pengawas, dan hasil penjualan digunakan untuk menjaga keberlanjutan museum.
“Ceratosaurus muda ini benar-benar spesimen yang luar biasa,” kata Cassandra Hatton dari Sotheby’s. Ia menyebutkan bahwa karena museum tidak memiliki akreditasi sebagai repositori publik, spesimen belum pernah diteliti secara lengkap. Sotheby’s menekankan peran lelang dalam mempertemukan fosil penting dengan lembaga publik, merujuk pada kasus “Sue” si T. rex dan “Apex” si stegosaurus.
Fosil tersebut telah direkonstruksi menggunakan cetakan 3D, tulang-tulang yang hilang digantikan dengan pahatan, dan tulang asli dipasang di dudukan logam berkualitas tinggi agar mudah dilepas untuk penelitian. Lelang ini juga akan disertai dokumentasi lengkap termasuk catatan penggalian oleh Western Paleontological Laboratories dan proses rekonstruksi Sisson. Hatton menyebut dokumentasi ini menjaga integritas ilmiah sekaligus meningkatkan nilai komersialnya.
Lelang fosil masih jadi kontroversi
Namun, tidak semua pihak menyambut positif. Andre LuJan, presiden Association of Applied Paleontology, mengkhawatirkan dampak “efek Apex” setelah penjualan stegosaurus tahun lalu. Harga sewa lahan untuk penggalian kini naik, menyulitkan baik peneliti akademik maupun komersial.
“Pemilik tanah melihat pasar naik dan berpikir, ‘Oh, kita belum cukup tinggi mengenakan biaya sewa.’. Tapi mereka tidak paham betapa volatilnya pasar ini," ujar LuJan.
Menilik lelang sebelumnya, fosil yang dijuluki “Apex” tersebut dianggap sebagai salah satu fosil terlengkap yang pernah ditemukan, menurut Sotheby's. Harganya pun melampaui perkiraan pra-penjualan sebesar US$4 juta hingga US$6 juta dan melampaui rekor lelang sebelumnya untuk fosil dinosaurus — US$31,8 juta untuk sisa-sisa Tyrannosaurus rex yang dijuluki Stan, yang dijual pada tahun 2020. Demikian dilaporkan AP News.
Tren baru menjadikan fosil sebagai instrumen investasi juga memicu kekhawatiran. Pada Desember lalu, saham senilai US$2,75 juta dijual untuk mendanai penggalian stegosaurus di Wyoming. Para penggali menyimpan 80 persen saham dan berharap fosil itu bisa menyamai nilai “Apex”. “Itu cara memanfaatkan optimisme orang. Tapi banyak orang akan berakhir menanggung risikonya sendirian," kata LuJan.
Sejarawan paleontologi dari Brown University, Lukas Rieppel, menilai bahwa sulit menetapkan nilai pasar wajar untuk spesimen yang unik. Faktor media dan eksposur publik berperan besar dalam membentuk harga. “Jika fosil tersebut pernah dipajang di museum, dideskripsikan dalam jurnal ilmiah atau seni, atau diberitakan oleh media arus utama seperti The New York Times, hal itu dapat mendorong kenaikan harganya,” kata Dr. Rieppel.
Stuart Sumida, Presiden Society of Vertebrate Paleontology, menegaskan penolakan organisasinya terhadap penjualan fosil penting kepada pihak swasta. Menurutnya, hal itu menghambat penelitian dan mengeluarkan spesimen dari domain publik demi keuntungan.
Namun, Sotheby’s membela praktik lelang fosil ini. “Para klien kami—baik dari kalangan institusi maupun kolektor pribadi—sama-sama punya rasa apresiasi dan penghormatan tinggi terhadap fosil seperti ini,” ujar Hatton.
Sisson menambahkan, “Kalau fosilnya tetap disimpan di museum dan bisa dilihat publik, itu tentu bagus. Tapi kalau dibeli oleh seseorang yang benar-benar mencintai dan menghargainya, itu juga tidak masalah.”