- Perbankan: BBRI, BMRI, BBNI, BBTN, BRIS.
- Consumer staples: ICBP, INDF, MYOR, KLBF, dan UNVR.
- Pariwisata dan transportasi: GIAA, ACES, MAPA/MAPI.
- Konstruksi skala kecil/menengah: WSKT, ADHI, PTPP.
- Perikanan dan perkebunan: AALI, LSIP, SMAR.
- UMKM dan koperasi: AMRT dan TLKM.
Daftar Sektor dan Saham yang Berpotensi Diuntungkan Paket Ekonomi 2025

Jakarta, FORTUNE - Sejalan dengan langkah pemerintah merilis paket ekonomi 2025 dan penempatan Rp200 triliun dana pemerintah di 5 bank BUMN, sejumlah sektor saham dan emitennya berpotensi mendulang manfaat positif. Namun, ada sejumlah tantangan yang mesti diatasi lebih dulu agar dampak nyata kebijakan itu dapat dirasakan.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai, dalam jangka pendek, paket kebijakan itu akan memberi sentimen positif bagi saham-saham bank BUMN (khususnya himbara) dan consumer staples. Selain itu, saham-saham terkait pariwisata/transportasi, kontraktor kecil, dan ekosistem UMKM juga berpotensi terdongkrak.
Namun, menurutnya, dampak nyata ke pertumbuhan ekonomi dan laba emiten bergantung pada perbaikan transmisi kredit dan pemulihan konsumsi rumah tangga. "Saat ini, stimulus lebih bersifat 'relief jangka pendek' ketimbang game-changer, dengan re-rating pasar baru mungkin terjadi jika ada bukti perbaikan kualitas kredit dan permintaan domestik," katanya kepada Fortune Indonesia, Rabu (17/9).
Mengapa demikian? Sebab, ada sejumlah tantangan utama dalam penerapan kebijakan-kebijakan tersebut. Dari segi transmisi kredit, misalnya, permintaan kredit masih lesu, khususnya dari konsumsi dan UMKM.
Kiwoom Sekuritas mencatatkan loan to deposit (LDR) perbankan berada di kisaran 88 persen. Kemudian, kredit UMKM per Juni 2025 yang naik 2,1 persen (YoY), melambat menjadi 1,6 persen per Juli 2025. Tingkat NPL UMKM pun meningkat 4,41 persen; angka itu naik 17 persen dalam periode 6 bulan.
Dus, walau likuiditas Rp200 triliun memberi relief pada biaya dana atau cost of fund (CoF) dan NIM bank besar, dampak ke laba baru akan terasa bertahap pada 2026. "Performa dari 5 bank penerima likuiditas paling banyak (BBRI, BMRI, BBNI, BBTN, dan BRIS) paling cepat kami perkirakan tercermin di akhir 2025," ujar Liza.
Liza menambahkan, untuk mengetahui apakah kredit benar-benar dapat disalurkan, perlu dibuktikan dengan pertumbuhan kredit tanpa mengorbankan net interest margin (NIM) terlalu besar. Begitu pula dengan tingkat NPL yang mesti dijaga seraya mengejar target pertumbuhan.
Tantangan lainnya adalah defisit APBN tetap mencapai 2,78 persen terhadap PDB, sehingga ruang stimulus terbatas. Dari sisi eksternal, ada pula risiko berupa perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, arah suku bunga The Fed, dan volatilitas domestik.
Sebagai konteks, paket ekonomi 2025 dan stimulus Rp200 triliun ke bank itu mencakup program-program: bansos pangan, padat karya tunai, insentif PPh untuk pariwisata dan UMKM, modernisasi sektor perikanan, hingga penanaman kembali perkebunan rakyat. Tujuannya adalah menjaga daya beli, memperluas lapangan kerja, dan menopang likuiditas perbankan.
Sehubungan dengan itu, berikut ini daftar sektor dan saham-saham yang berpeluang diuntungkan dari kebijakan paket ekonomi 2025 dan stimulus Rp200 triliun:
Respons positif pasar
IHSG melanjutkan tren penguatan untuk kelima kalinya pada Selasa (16/9), walaupun masih ada aksi jual investor asing secara moderat. Mirae Asset Sekuritas Indonesia (MASI) mencatat, aksi jual asing mencapai Rp373,2 miliar pada perdagangan kemarin. Mayoritas penjualan terjadi atas saham BBCA dan BMRI, yang masing-masing mencapai Rp148 miliar dan Rp131 miliar.
Chief Economist dan Head of Research MASI, Rully Wisnubroto, mengatakan, tren positif IHSG dalam 5 hari terakhir menunjukkan ekspektasi positif pasar terhadap berbagai stimulus yang diumumkan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
"Paket stimulus terbaru, dengan total anggaran Rp16,2 triliun, yang akan digunakan di 2025, diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek sekaligus mempercepat penyerapan tenaga kerja," kata Rully dalam risetnya.
Pada perdagangan sesi I, Rabu, IHSG menguat 0,28 persen ke level 7.980,23. Dalam satu minggu terakhir, penguatan IHSG telah mencapai 3,88 persen.
Namun, keberlanjutan tren positif dari para pelaku pasar modal ini akan bergantung pada eksekusi dari kebijakan yang diumumkan pemerintah ke depannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Liza.