MARKET

Saham Teknologi Sedang Lesu, Bagaimana Prospek Ke Depannya?

Valuasi saham teknologi diperkirakan sudah terlampau mahal.

Saham Teknologi Sedang Lesu, Bagaimana Prospek Ke Depannya?ANTARA FOTO/Galih Pradipta (deleted)
25 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Setelah terus menguat, harga saham-saham yang tergabung dalam indeks teknologi (IDX Techno) perlahan tapi pasti terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Penurunan harga saham sektor ini diperkirakan seiring perubahan persepsi pelaku pasar saat ini.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan Senin (25/10), saham teknologi ditutup ke posisi 9.346. Posisi saham itu artinya sudah melemah 4,9 persen secara bulanan. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir, posisi saham tersebut juga menurun 17,8 persen dari 11.375 pada akhir Juli.

Sebagai catatan, indeks saham teknologi baru diperkenalkan oleh BEI pada akhir Januari 2021. Sejak saat itu, saham teknologi terus menguat hingga sempat mencapai posisi tertinggi 11.997 pada awal Agustus. Meski begitu, saat ini posisinya cenderung terkoreksi.

Dari data BEI juga bisa dilihat bahwa di dalam indeks saham teknologi ini terdapat 27 saham emiten atau perusahaan tercatat. Rinciannya, sebanyak 7 emiten ada di papan utama, 16 perusahaan di papan pengembangan, dan 4 emiten di papan akselerasi.

Sebagai gambaran, dari 7 perusahaan di papan utama, 6 di antaranya tengah mencatatkan penurunan saham dalam tiga bulan terakhir. PT Anabatic Technologies Tbk, misalnya, harga sahamnya saat ini menurun 33,7 persen menjadi Rp640 per saham dari Rp965 per saham pada akhir Juli.

Demikian juga harga saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk yang turun 31,5 persen dalam periode yang sama. Setelahnya, saham PT Multipolar Technology Tbk juga menurun 20,6 persen, PT Kresna Graha Investama Tbk 15,8 persen, PT Hensel Davest Indonesia Tbk 15,7 persen, dan PT Sat Nusapersada Tbk 7,0 persen.

Sementara itu, harga saham PT Metrodata Electronics Tbk terlihat tumbuh 28,5 persen pada periode yang sama. Saat ini harganya Rp3.290 per saham.

Valuasi mahal

Ilustrasi Bursa Saham.
Ilustrasi Bursa Saham. (ShutterStock/Frame China)

Analis pasar modal, Hans Kwee, berpendapat penurunan harga saham indeks teknologi ini disinyalir terjadi karena valuasinya yang sudah terlampau tinggi. Di satu sisi saham sektor ini memang berhasil dengan tumbuh secara signifikan. Namun, di sisi lain pertumbuhannya itu membuat valuasinya menjadi mahal.

Hans juga mengatakan, faktor lainnya yang membuat harga saham ini turun bisa jadi persepsi pelaku pasar utamanya terhadap sentimen rencana kenaikan suku bunga tahun depan. Dia menambahkan ini termasuk juga kebijakan tapering off dari bank sentral Amerika Serikat (AS).

“Saham teknologi ini akan bagus investasinya kalau kebijakan moneternya longgar. Jadi orang tentu mengambil posisi untuk lepas karena masalah ini,” kata Hans kepada Fortune Indonesia, Senin (25/10).

Hans yang juga Direktur Utama Anugerah Mega Investama ini mengatakan, penurunan kinerja saham teknologi juga diperkirakan akibat mereka tidak mendapatkan dukungan dari investor asing. Meski investor asing sudah mulai banyak masuk ke bursa saham Indonesia, namun diperkirakan lebih mengincar saham-saham seperti blue chip yang kinerja fundamentalnya baik.

“Mereka (investor asing) menghadapi dua kendala yang saya sampaikan tadi bahwa valuasi sudah mahal dan orang profit taking. Kemudian rotasi sektor terjadi di pasar akibat sentimen suku bunga,” katanya. Sebagai informasi, berdasarkan data BEI, sepanjang tahun ini investor asing mencatatkan beli bersih senilai Rp36,4 triliun.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Trisakti ini memproyeksikan, ke depan kinerja saham teknologi mungkin akan sulit karena minimnya sentimen positif. Praktis, kata dia, kabar yang dapat mendukung pergerakan harga saham sektor itu hanya rencana penawaran umum saham perdana/IPO dari perusahaan teknologi seperti Gojek-Tokopedia (GoTo).

“Saya pikir kemungkinan ada koreksi di pasar minimal sampai akhir tahun ini dan belum waktunya menguat kembali,” katanya. “Tahun depan enggak banyak sentimen selain GoTo dan justru rencana kenaikan suku bunga yang membuat saham teknologi enggak terlalu menarik.”

Related Topics