Peluang Pasar Obligasi Kala Tensi Dagang Mulai Mereda

- Tensi perang dagang Amerika Serikat-Cina mereda
- Investor alihkan investasi ke Asia
- Proyeksi nilai tukar rupiah hingga akhir tahun
Jakarta, FORTUNE - Meredanya tensi perang dagang dan munculnya tren "Sell America" di kalangan investor global dinilai membuka peluang investasi baru di Asia. Menurut PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), pergeseran modal ini, ditambah dengan potensi penurunan suku bunga domestik, menciptakan momentum menarik di pasar obligasi Indonesia, khususnya pada instrumen jangka pendek.
Manajer Portofolio Fixed Income MAMI, Laras Febriany, menilai saat ini terjadi tren pengalihan investasi dari Amerika Serikat ke kawasan lain. Dalam dinamika ini, Asia memiliki peluang besar menjadi salah satu tujuan utama investasi karena lanskapnya yang unik dan variatif.
Kawasan ini menggabungkan emiten yang berfokus pada pertumbuhan domestik dengan perusahaan yang diuntungkan oleh pertumbuhan struktural sektor teknologi.
“Tech hardware, renewables energy, EV supply chain, IT services, robotic automation, dan AI supply chain, consumption, dan pharmaceuticals adalah beberapa dari ragam sektor yang potensial sebagai sub-tema investasi ke depan,” demikian Laras dalam riset bulanannya, Senin (16/6).
Pergeseran preferensi investasi ke luar Amerika Serikat (AS) turut menekan indeks dolar AS, sehingga membuka peluang bagi Bank Indonesia (BI) menjaga stabilitas rupiah. Tekanan terhadap rupiah juga berkurang setelah berlalunya periode musiman pembayaran dividen dan kebutuhan dolar AS untuk ibadah haji.
"Kami memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir tahun akan berada pada kisaran Rp16.200–16.900,” ujarnya.
Sementara itu, BI mengindikasikan ruang pemangkasan suku bunga acuan masih terbuka di tengah inflasi yang terjaga. MAMI memproyeksikan BI Rate hingga akhir tahun berada pada level 5,25 persen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui pelonggaran moneter.
Seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga acuan Fed (FFR) dan BI Rate, MAMI menilai obligasi tenor pendek dengan durasi rendah menjadi opsi paling menarik saat ini.
Ketika suku bunga acuan turun, imbal hasil obligasi juga cenderung turun. Kondisi ini membuka peluang bagi investor pada instrumen obligasi jangka pendek mencatatkan keuntungan modal. Kupon obligasi yang stabil juga dapat menjadi tumpuan di tengah volatilitas jangka pendek.
Katalis positif lain yang menopang pasar obligasi adalah rencana pemerintah menjaga pasokan obligasi rupiah, ekspektasi penurunan penerbitan Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta tingginya jumlah jatuh tempo SRBI yang dapat meningkatkan likuiditas di pasar.
Meski prospek terlihat positif, MAMI mengingatkan ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan. Dari sisi domestik, risiko muncul apabila stimulus pemerintah tidak tepat sasaran, sehingga gagal memulihkan konsumsi dan pertumbuhan PDB.
Dari sisi global, volatilitas imbal hasil US Treasury akibat penurunan peringkat kredit AS serta kemungkinan berlanjutnya perang tarif AS-Cina masih menjadi sumber kekhawatiran.
“Kami selalu mengedepankan pengelolaan portofolio yang aktif dan bergerak dinamis antara defensif dan agresif dalam membentuk portofolio yang optimal,” ujar Laras.