DBS Proyeksi IHSG Capai Level 7.990 di 2024, Ini Katalisnya!
Waktu dan besarnya pemangkasan suku bunga jadi kunci.
Jakarta, FORTUNE - DBS Group Research memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) mencapai 7.990 di akhir 2024 secara garis besar.
Equities Specialist DBS Group Research, Maynard Arif mengatakan, prediksi itu didasari oleh asumsi pertumbuhan PDB sebesar 5 persen dan kenaikan pendapatan emiten (earnings growth) sebesar 13 persen berdasarkan konsensus Bloomberg.
Dalam skenario optimistis, IHSG berpotensi mencapai level 8.400 dengan valuasi premium, yakni price to earning (P/E) hampir di atas level secara historis, yakni 16 kali. Saat ini sendiri, valuasi IHSG masih berada di sekitar level 14 kali.
"Tentu ada faktor cukup penting yang harus dicapai, yakni aliran modal asing harus kuat dan pemangkasan suku bunga [The Fed] yang lebih cepat dan lebih banyak di Amerika," kata Maynard, Rabu (7/2) di Capital Place, Jakarta.
Adapun, Senior Economist DSB Bank, Radhika Rao memproyeksikan Bank Sentral AS memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin/bps (QoQ), yang meliputi penurunan 50 bps di kuartal III dan 50 bps di kuartal IV 2024.
Lebih lanjut, BI pun diprediksi menurunkan suku bunga acuannya sebesar 75 bps pada 2024, yang terdiri dari pemangkasan 25 bps di kuartal III dan 50 bps di kuartal IV. Dus, suku bunga akan menurun dari 6 persen saat ini menjadi 5,25 persen di akhir tahun.
"Dari BI, mereka sebenarnya tak memiliki urgensi untuk menurunkan suku bunga acuan secara agresif," kata Radhika.
Proyeksi IHSG dengan skenario pesimis
Sementara itu, pada skenario pesimis, DBS Research Group memproyeksikan IHSG menurun ke level 6.600-6.700. Hal itu terjadi apabila The Fed memutuskan menunda pemangkasan suku bunga acuan atau bahkan meningkatkannya lagi.
"Lalu satu faktor lagi, dari sisi pertumbuhan, jika mengecewakan [kinerjanya], maka investor akan memilih negara yang lebih baik dari Indonesia," kata Maynard.
Namun, menurutnya, saat ini prospek IHSG masih relatif menarik jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Indonesia berada di posisi kedua dari segi peringkat, dengan Thailand di peringkat pertama.
"Kita kedua paling menarik terutama kalau dilihat dari sisi pertumbuhan pendapatan emiten," ujar Maynard.