IHSG Koreksi ke 6.900 pada Akhir Sesi I, Ini Penyebabnya
Ada ketidakpastian penurunan suku bunga Fed (FFR)

Fortune Recap
- IHSG melemah hampir 2 persen akibat pemangkasan suku bunga Fed terbaru.
- Ketidakpastian penurunan suku bunga Fed (FFR) menyebabkan IHSG turun, diproyeksikan akan berlangsung hingga 2025.
- Fed memberi sinyal penurunan suku bunga sebanyak 100 bps pada 2025, menimbulkan gejolak di pasar saham dan potensi pelemahan nilai rupiah.
Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) tertekan hampir 2 persen pada akhir perdagangan sesi I, Kamis (19/12), seiring dengan pemangkasan suku bunga Fed terbaru.
Dikutip dari IDX Mobile, IHSG melemah 1,63 persen ke level 6.991,84 pada akhir perdagangan pagi, setelah dibuka pada level 7.034,62. Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakpastian penurunan suku bunga Fed (FFR).
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto, mengatakan sebelumnya penurunan FFR diproyeksi bisa mencapai 100 basis poin (bps). Namun, pada realisasinya, Fed hanya menurunkan FFR sebesar 25 bps pada Desember ini.
"[Sehingga IHSG melemah] karena ketidakpastian akan berapa besar FF diturunkan pada 2025. Rupiah juga hari ini terdepresiasi cukup signifikan," kata Rully kepada Fortune Indonesia, Kamis (19/12).
Mirae merevisi target IHSG menjadi 7.500 pada akhir 2024, dari target sebelumnya 7.915 karena faktor nilai tukar rupiah terhadap dolar dan sikap wait and see pelaku pasar.
Rullly memproyeksikan hal itu akan berlangsung hingga Januari 2025, bertepatan dengan momen pelantikan Donald Trump dan penerapan PPN 12 persen.
Analis sekaligus VP - Head of Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi Kasmarandana, mengatakan keputusan Fed yang terbaru sejalan dengan estimasi sebelumnya perihal potensi menurunnya kecepatan Fed dalam memangkas suku bunga pada 2025.
Setelah FOMC kemarin (18/12), Fed pun memberi sinyal mengenai rencana penurunan suku bunga sebanyak dua kali atau 100 bps pada 2025. Audi mengatakan, itu jauh di bawah ekspektasi pada kuartal lalu.
"Hal ini menimbulkan gejolak di pasar saham seiring dengan potensi pelemahan daya beli hingga perlambatan ekonomi," katanya. "Bahkan potensi terjadinya pelemahan nilai rupiah kembali berlanjut, sehingga hal ini berpotensi mendorong pergeseran investasi ke dalam aset yang risikonya rendah."
Selain itu, Fed juga mengumumkan proyeksi ekonomi Amerika Serikat (AS) 2025, dan yang menjadi fokus investor adalah inflasi yang diperkirakan naik menjadi 2,5 persen dari estimasi sebelumnya, yakni 2,1 persen. Sementara itu, proyeksi tingkat pengangguran cenderung berada pada level 4,3 persen
"Ini yang menjadikan Fed akan lebih konservatif dalam langkah kebijakan moneter tahun depan," kata Audi.