MARKET

Menangkal Rintangan ala Nakhoda Manulife Indonesia, Afifa

2021, Afifa jadi Presdir Manulife Aset Manajemen Indonesia.

Menangkal Rintangan ala Nakhoda Manulife Indonesia, AfifaPresdir PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). (Dok. MAMI)
12 April 2024

Fortune Recap

  • Afifa diangkat sebagai Presiden Direktur PT Manulife Aset Management Indonesia setelah 10 tahun kepemimpinan Legowo Kusumonegoro.
  • Setelah lulus kuliah, Afifa memilih karier di pasar modal dan memperdalam pengetahuannya melalui berbagai pengalaman kerja.
  • Dibawah kepemimpinannya, MAMI berhasil naik ke posisi pertama dalam instrumen investasi reksa dana dengan pangsa pasar yang melesat menjadi dua digit.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE -  “Menemukan penerus Pak Legowo Kusumonegoro bukanlah tugas yang mudah,” demikian Presiden Komisaris PT Manulife Aset Management Indonesia (MAMI), Gianni Fiacco pada 2021. “Tapi kami sangat senang telah melakukan promosi internal dan mengangkat Ibu Afifa sebagai Presiden Direktur yang baru.”

Legowo Kusumonegoro memimpin PT Manulife Aset Management Indonesia (MAMI) selama 10 tahun sejak 2010. Ia juga merupakan salah satu pelopor bisnis reksa dana di Tanah Air. Tentu tak mudah menggantikan sosok sebesar itu. Tapi seperti kata Gianni Fiacco, Afifa berhasil melakukannya.

Afifa sendiri masih di bangku kuliah tingkat akhir jurusan ekonomi saat Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengadakan pameran khusus pasar modal. Ia menjadi salah satu mahasiswa yang membantu menjaga stan cikal-bakal BEI itu. Mau tak mau, ia harus memahami informasi seputar pasar modal, agar bisa menjawab pertanyaan para pengunjung. Dari situ, ketertarikannya pada pasar modal terpupuk.

Minatnya terus berkembang. Setelah lulus pada 1997, ia dihadapkan dengan dilema yang kemudian membuatnya semakin memperdalam dunia pasar modal. “Saya harus pilih antara pekerjaan yang bergaji lebih tinggi dan gaji lebih rendah, tapi bidangnya saya suka dan ingin tahu,” ceritanya (15/6) kepada Fortune Indonesia. “Syukurnya saya pilih yang kedua, yang mana saya memang ingin belajar lebih jauh soal pasar modal.”

Perjalanan kariernya bermula dari PT Pentasena Arthasentosa Securities. Di sana, ia bergabung dalam program Management Trainee (MT) yang memberinya keuntungan mempelajari banyak hal di dunia manajer investasi ternama pada masanya itu. Afifa pun menguatkan fondasi guna memahami lini bisnis lebih baik. Seiring berjalannya waktu, ia kian menekuni dunia pasar modal. Ia kumpulkan pengalaman, termasuk sebagai Head of Institutional Sales di DBS Vickers Indonesia dan Deputy Head of Equity Sales & Dealing di Bahana Securities.

Afifa baru menginjakkan kaki di MAMI pada 2011, mengisi kursi Head of Institutional Sales. Tantangan baru menantinya di sana: mengembangkan divisi itu dari nol. Apakah semangatnya surut? Tentu tidak. Berbekal ilmu yang dipelajarinya sejak 1997, Afifa menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP), rekrutmen, segmentasi, hingga strategi. Setelahnya, manajemen menantangnya mengembangkan bisnis ke bidang ritel. 

Ritel adalah sektor baru untuknya, yang terbiasa di bidang penjualan institusi. Kendati demikian, ia tetap menyanggupi hal itu. “Jadi saat ditantang, saya ambil kesempatannya, saya coba membuktikan diri,” katanya.

Dari distribusi ritel, ia pun berperan penting dalam pengembangan layanan pelanggan, sesuatu yang sebelumnya asing. Lalu, karena hasilnya memuaskan, ekspansi berlanjut ke pengalaman konsumen. Hingga akhirnya, ia resmi menjadi Director dan Chief Distribution Officer. Posisi yang membuatnya menaungi empat kanal distribusi MAMI: institutional sales, partnership distribution, investment wealth managers, dan digital.

Satu dekade sejak bergabung dengan MAMI, Afifa resmi menjadi pengendali bahtera manajer aset terbesar di Indonesia itu. Posisi Presiden Direktur MAMI bukan sesuatu yang ia raih instan. Saat menaiki tangga menuju puncak pun, ia harus berhadapan dengan berbagai tantangan. Apalagi, kandidat untuk meneruskan tongkat kepemimpinan Legowo bukan hanya Afifa. Meski dinominasikan oleh manajemen, ia tetap diadu dengan tiga calon eksternal dari bidang perbankan, aset manajemen, hingga sekuritas.

Pihak regional pun sempat meragukan Afifa untuk melanjutkan kepemimpinan Legowo. “Mereka mempertanyakan, apakah bisa yang tadinya peers naik kelas jadi leader? Makanya itu juga kenapa dicari calon dari eksternal,” ujarnya. “Apakah peers bisa menerima dan mengikuti gaya kepemimpinan [saya] yang tentunya berbeda?”

Tapi, ia tak ambil pusing. Baginya, momen itu menjadi peluang lain untuk menunjukkan kemampuannya. Maka, sejak menakhodai MAMI secara sementara sebagai Interim President Director pada Agustus 2020, Afifa mengerahkan segala kemampuannya. Apalagi, di tengah gelombang pertama pandemi Covid-19, MAMI dihadapkan dengan perubahan gaya kerja sekaligus transisi kepemimpinan. Dengan sokongan rekan-rekannya, akhirnya Afifa berhasil mengantongi kepercayaan manajemen, dan dilantik pada awal 2021.

Dalam satu setengah tahun di bawah kendali Afifa, MAMI yang tadinya peringkat lima di instrumen investasi reksa dana, naik ke posisi pertama. Pangsa pasarnya pun melesat dari sekitar 6–7 persen menjadi dua digit di penghujung 2021. Dana kelolaannya juga naik 16,7 persen (YoY) menjadi Rp113,4 triliun. Assets Under management atau AUM reksa dana MAMI juga tumbuh 27,4 persen menjadi Rp62,9 triliun, dan menobatkannya sebagai manajer investasi terbesar di Indonesia.

Apa kuncinya? “Sebagai pemimpin, yang paling penting, kita harus tahu akan dibawa ke mana kapal kita,” kata Afifa. “Memang saat itu kelihatan sulit dari nomor lima naik ke nomor satu. Tapi clarity dari goals itu salah satu yang sangat penting.”

Berbasis tujuan yang jelas, MAMI bergerak lincah dan fleksibel. Apalagi di tengah ketidakpastian. Yang tak kalah penting, kemampuan membaca kebutuhan pelanggan, sehingga produknya relevan. Sesuai dengan waktu, kondisi, dan segmentasi. Itu dikombinasikan dengan strategi-strategi baru untuk masuk ke segmen pasar berbeda, sekaligus menawarkan solusi dalam kurun waktu tertentu. “Itu menjadi cara kami mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dan AUM,” kata Afifa.

Perusahaan juga gencar berinovasi agar meningkatkan nilai yang konsumen terima. Contohnya, upaya MAMI mengembangkan jalur distribusi reksa dana syariah, yang mana tiga tahun terakhir mitra distribusinya berkembang dari 24 menjadi 31 unit. Yang lainnya, saat MAMI mengajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghadirkan reksa dana share class di industri pada 2019. Tujuannya, membuat industri lebih efisien. Dengan demikian, satu reksa dana bisa terdiri dari sejumlah share class sehingga tak perlu membuat yang baru lagi.

MAMI pun berhasil menutup 2022 dengan total dana kelolaan Rp100,9 triliun, yang mana 45 persen (Rp45,7 triliun) dikelola dalam 33 produk reksa dana dan 55 persen (Rp55,3 triliun) dalam 59 Kontrak Pengelolaan Dana (KPD). “Saya beserta tim, dengan strategi yang tepat, produk yang tepat, dan cara yang tepat, kita bersama-sama keluar sebagai pemenang,” ujarnya.

Related Topics