Arab Saudi Akan Jual Alkohol di 600 Lokasi Mulai 2026

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Arab Saudi mengumumkan akan mencabut sebagian larangan alkohol yang telah berlaku sejak 1952, sebuah langkah besar yang menandai transformasi sosial dan ekonomi negara konservatif tersebut. Mulai tahun 2026, alkohol akan tersedia secara terbatas di kawasan wisata dan hotel mewah, seiring persiapan kerajaan menyambut Expo 2030 dan Piala Dunia FIFA 2034.
Melansir The Economic Times (27/5), kebijakan baru ini diumumkan sebagai bagian dari Vision 2030, rencana ambisius yang dipimpin Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk mendiversifikasi ekonomi negara dan mengurangi ketergantungan pada sektor minyak.
Larangan alkohol diberlakukan pada tahun 1952, menyusul insiden diplomatik yang melibatkan seorang pangeran Saudi dan pejabat Inggris. Sejak saat itu, alkohol dilarang keras, dan pelanggaran dapat dikenakan hukuman cambuk, denda, penjara, bahkan deportasi bagi warga asing.
Meskipun demikian , keberadaan alkohol secara ilegal masih ditemukan, khususnya di kalangan ekspatriat dan kalangan atas. Namun, hingga kini, tidak ada bentuk penjualan resmi alkohol di dalam negeri.
Berdasarkan kebijakan baru, alkohol hanya akan tersedia di sekitar 600 lokasi khusus seperti hotel berbintang lima, resor, dan zona wisata yang sedang dikembangkan seperti NEOM, Pulau Sindalah, dan proyek Laut Merah.
Minuman yang diperbolehkan meliputi bir, anggur, dan cider. Minuman beralkohol dengan kadar tinggi seperti spirit tetap dilarang.
“Penjualan hanya akan dilakukan di lingkungan yang terkendali, dengan staf layanan berlisensi dan aturan operasional yang jelas untuk memastikan alkohol ditangani secara bertanggung jawab dan penuh rasa hormat,” demikian bunyi pernyataan pemerintah Arab Saudi, mengutip The Sun (27/5).
Minuman beralkohol dan minuman keras dengan kadar ABV di atas 20 persen akan tetap dilarang, dan tidak ada tanda-tanda toko, tempat makan bawa pulang, atau pembuatan bir rumahan akan diizinkan.
iharapkan penjualan alkohol akan membantu negara tersebut bersaing dengan negara-negara Teluk seperti UEA dan Bahrain — di mana minuman keras sudah legal di kawasan wisata.
Pro-Kontra di kalangan bisnis dan masyarakat
Tempat-tempat berlisensi akan beroperasi di bawah sistem yang diatur ketat, dengan staf terlatih dan aturan ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan menegakkan nilai-nilai Islam Kerajaan.
Tujuannya, kata pihak berwenang, “adalah untuk menyambut dunia tanpa kehilangan identitas budaya — memposisikan Arab Saudi sebagai pemain yang progresif, tapi terhormat di peta pariwisata global.”
Kebijakan ini memicu perdebatan luas. Di satu sisi, pelonggaran aturan alkohol disambut oleh pelaku industri pariwisata dan perhotelan internasional. Jaringan hotel global seperti Marriott dan Hilton mulai mempersiapkan adaptasi layanan menyambut wisatawan asing.
Namun di sisi lain, kelompok konservatif mengkritik kebijakan ini sebagai bentuk pengikisan nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Mereka khawatir pelonggaran ini membuka jalan bagi westernisasi yang berlebihan dan konflik sosial.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan identitas nasional. Sistem pengawasan ketat dan lisensi akan memastikan penjualan alkohol tetap sesuai norma dan tatanan sosial.
Arab Saudi menargetkan 100 juta kunjungan wisatawan per tahun pada 2030 dan ingin menjadikan sektor pariwisata sebagai penyumbang utama Produk Domestik Bruto.
Pelonggaran kebijakan alkohol dianggap sebagai bagian penting dari strategi menarik wisatawan dan investor internasional. Namun, pemerintah menegaskan kebijakan ini tidak akan menjadi ajang yang bebas bagi siapa pun — dan siapa pun yang kedapatan menyalahgunakan sistem ini akan menghadapi konsekuensi yang cepat.