Terapkan Ekonomi Sirkular dalam Pembangunan IKN, Ini 3 Prinsipnya
Bukan hanya soal sampah, tapi manusianya.
Jakarta, FORTUNE – Penerapan ekonomi sirkular dalam pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dinilai perlu memperhatikan infrastruktur dan manajemen keberlanjutan rantai pasok industri.
Ketua Komite Komunikasi, Media, dan Penghargaan Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Lucia Karina, mengatakan bahwa potensi sumber daya energi baru dan terbarukan yang berlimpah di Kalimantan Timur seharusnya dapat dimanfaatkan dalam rantai pasok.
“Misalnya baja-baja bekas konstruksi, begitu juga tekstil, ada tukang tadahnya. Nilai eknominya luar biasa kalau kita lihat yang dilakukan India dan Cina mereka lakukan itu,” ujarnya dalam diskusi FMB9 ‘Menyongsong Ibu Kota Negara Sirkular’, Kamis (28/7).
Pemerintah, menurut Lucia, harus memberi kemudahan dalam bentuk fiskal agar industri mau menciptakan ekosistem bisnisnya, membangun rantai pasok.
Tiga prinsip yang diperhatikan
Lucia mengatakan, terdapat tiga prinsip utama yang harus diperhatikan dalam mengoptimalkan ekonomi sirkular dalam rantai pasok industri di IKN Nusantara. Pertama, adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya lam yang regeneratif di Kalimantan Timur.
“Kedua, sumber daya alam yang ada saat ini juga harus dipertahankan. Jangan sampai dengan alasan pembangunan kemudian kita mengobrankan sumber daya alam tersebut,” tutur Lucia.
Sedangkan yang ketiga, pembangunan IKN harus memperhatikan penggunaan sumber energi, seperti air maupun sinar matahari. “Ini juga harus dimasukkan dalam konsep pembangunan IKN tersebut,” katanya.
Soal manusia mengaitkan keseluruhan proses
Lebih lanjut, Lucia menegaskan bahwa ekonomi sirkular tidak hanya soal sampah, melainkan tentang bagaimana manusia melakukan pendekatan lebih dalam tentang keseluruhan proses yang terjadi dalam sebuah siklus kehidupan di satu ekosistem, seperti proses yang ada di kota, dalam industri, maupun perilaku manusia yang hidup di dalamnya.
Takhan hanya itu, pemerintah juga perlu memperhatikan adalah soal bagaimana memanfaatkan material-material ex-industri manufaktur yang sudah pernah digunakan. “Bukan hanya soal waste management-nya, tapi juga membangun koneksi antara rantai pasok,” ucapnya.
Jadi, barang-barang sudah digunakan dan selama ini dianggap sampah, dalam ekonomi sirkular harus dipikirkan penggunaan selanjutnya di berbagai rantai pasok industri lainnya.
Teknologi digital
Dalam memaksimalkan penerapan ekonomi sirkular, menurut Lucia, teknologi digital dapat digunakan untuk melihat area mana saja yang dapat dikoneksikan antar industri, termasuk daerah yang memiliki potensi sumber daya alam dan energi terbarukan.
“Termasuk juga bagaimana kita bisa menghidupkan moda transportasi elektrik, dan itu di dalam satu klaster, sehingga ini akan mengurangi (penggunaan) energi fosil yang akan dikeluarkan oleh pelaku industri yang tinggal di daerah tersebut,” ujar Lucia.
Pentingnya sektor finansial
Menurut Lucia, faktor lain yang tidak kalah penting dalam penerapan ekonomi sirkular di rantai pasok industri yang berkelanjutan adalah sektor finansial. “Bagaimana konsep model bisnis ini bisa diterapkan dan membantu para industrialis mendapatkan insentif dan berupaya untuk berinvestasi pada teknologi atau strategi yang bersifat berkelanjutan,” katanya.
Namun, hal ini belum terapkan di Indonesia sehingga ia berharap pemerintah ke depan akan melakukan tindak lanjut. “Kalau bisa di-gol-kan oleh pemerintah, maka ide terkait dengan rantai pasok berkelanjutan atau ekonomi sirkular, pasti akan benyak yang akan tertarik ke sana,” ucapnya.
Menurutnya, pemerintah sudah menerapkan banyak insentif terkait hal ini, namun belum cukup untuk mendorong masyarakat Indonesia membuat desain-desain produk industri masa depan.