NEWS

Riset: RI Bisa Terapkan Transisi Energi Bersih, Meski Ada Kendala PLN

Padahal, sumber EBT di Indonesia sangat melimpah.

Riset: RI Bisa Terapkan Transisi Energi Bersih, Meski Ada Kendala PLNIlustrasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). (dok. EMBER)
20 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Lembaga kajian energi global asal Eropa, EMBER, menilai transisi energi bersih di Indonesia berpotensi diterapkan seiring sumber energi yang melimpah. Namun, pengoperasian sistem ketenagalistrikan di bawah PT PLN justru menghambat Indonesia beradaptasi dengan penetrasi tinggi energi terbarukan, khususnya tenaga surya dan bayu.

Analis Listrik Asia dari EMBER, Achmed Shahram Edianto, mengatakan dalam kasus di Indonesia, penerapan dekarbonisasi ketenagalistrikan sangat bergantung pada ambisi politik. Keberhasilan sektor lain untuk mencapai NZE (Net Zero Emission) pada 2050 pun dinilai bergantung pada keberhasilan sektor ketenagalistrikan mencapai dekarbonisasi pada 2040.

“Indonesia mampu mewujudkan dekarbonisasi pada 2040 dan menyediakan pasokan energi berkelanjutan, terjangkau, dan tetap menjamin ketahanan energi nasional. Untuk mencapai hal ini, diperlukan integrasi antara visi pemerintah, komitmen politik, dan strategi implementasinya,” ujar Achmed dalam keterangan pers yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (20/9).

Potensi teknis yang dimiliki tenaga surya dan bayu di Indonesia cukup besar, masing-masing sekitar 1.462 GW dan 500 GW.

Tantangan dari PLN

Pembangkit PT PLN. (Doc: PLN)

Pada edisi ketigabelas di bulan Agustus 2022, majalah Fortune Indonesia menulis artikel tentang berbagai tantangan yang dihadapi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) di Indonesia. Baik bisnis di sektor PLTS Atap maupun masyarakat sebagai penggunanya sebenarnya sudah siap untuk segera beralih ke EBT. Peraturan untuk mendukung kebijakan ini pun sudah disiapkan–Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021. 

Sayangnya, PLN tidak setuju pada proses penetapan besaran ketentuan ekspor listrik yang mencapai 100 persen. Alih-alih menyetujui Permen ESDM yang baru, PLN justru mulai menerapkan pembatasan baru 10-15 persen kepada para pelanggan yang berminat menggunakan PLTS Atap.

“Alasan PLN adalah over capacity terkait proyek 35.000 MW dan yang kedua adalah Permen PLTS Atap ini disinyalir PLN bisa membuka kesempatan bagi orang untuk menjadi IPP terselubung, yang menggunakan PLTS Atap, lalu listriknya tidak dipakai sendiri, melainkan dia jual ke PLN,” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), sekaligus Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa (7/7).

Tanggapan Kementerian ESDM dan PLN

Ilustrasi tambang batubara.
Ilustrasi tambang batubara. (dok. EMBER)

Related Topics