Dampak Perang Tarif, Kemenperin Ungkap Produsen EV Baru Lirik RI

- Perang tarif AS dan Cina mendorong produsen mobil listrik dan baterai asal Cina melirik Indonesia sebagai lokasi investasi baru.
- Ketegangan dagang antara AS dan Cina mulai mencair setelah kedua negara sepakat memangkas tarif resiprokal terhadap produk masing-masing.
- Sekretaris Umum Gaikindo menyatakan peristiwa perang tarif tidak secara langsung berdampak terhadap pasar otomotif Indonesia.
Jakarta, FORTUNE - Di tengah sinyal meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Cina, Indonesia justru kian menarik perhatian produsen kendaraan listrik (EV) dan baterai asal negeri Tirai Bambu. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengonfirmasi penjajakan investasi intensif dari sejumlah perusahaan besar Cina yang melirik Tanah Air sebagai basis produksi baru.
Mahardi Tunggul Wicaksono, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, menjelaskan pergeseran strategi bisnis produsen Cina ini dipicu oleh kebijakan protektif Amerika Serikat yang sempat memberlakukan tarif tinggi terhadap produk-produk dari Cina, termasuk komponen otomotif dan kendaraan listrik.
"Dengan adanya perang dagang ini ke kami, ada potensi ke Indonesia. Ada investor-investor dari Tiongkok. Pada saat Amerika menerapkan pembatasan ataupun kenaikan tarif untuk Tiongkok, ada beberapa produsen mobil listrik dan baterai listrik yang berdiskusi dengan kami mengenai bagaimana melakukan investasi ke Indonesia,” ujar Mahardi dalam diskusi bertajuk "Menakar Efektivitas Insentif Otomotif" di Jakarta, Senin (19/5).
Namun, Mahardi belum bersedia membeberkan nama-nama pabrikan Cina baru yang tengah dalam proses penjajakan tersebut. Saat ini, beberapa pabrikan mobil listrik asal Cina telah hadir dan aktif di pasar Indonesia atau memiliki rencana pembangunan fasilitas produksi, seperti BYD, Aion, Chery, Geely, Neta, dan XPeng.
Menariknya, pernyataan Kemenperin mengenai potensi investasi ini muncul di tengah sinyal positif meredanya ketegangan dagang AS-Cina yang sempat memanas.
Pada kesepakatan yang dicapai pekan sebelumnya, Senin (12/5), Amerika Serikat dilaporkan setuju memangkas tarif produk Cina dari 145 persen menjadi 30 persen. Langkah serupa juga diambil Cina yang menurunkan tarif produk AS dari 125 persen menjadi 10 persen untuk jangka waktu 90 hari ke depan.
Di sisi lain, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, memberikan pandangan berbeda terkait dampak langsung perang tarif tersebut terhadap pasar otomotif domestik.
“Alhamdulillah tidak berdampak. Ada pabrikan Ford yang merupakan pabrikan AS pun itu impor dari Thailand,” kata Kukuh.
Meskipun demikian, dia mengakui situasi ketegangan dagang, terlepas dari mereda atau tidak, tetap dapat menyisakan efek samping. Salah satunya potensi dampak pada harga produk otomotif serta biaya logistik pengiriman yang turut terpengaruh fluktuasi nilai tukar.
“Tarif resiprokal ini nilai tukar juga naik-turun. Jadi seperti banyak ditanyakan, ini juga dikhawatirkan mempengaruhi harga produk dan logistik yang ikut terganggu,” kata Kukuh.