Ekspor CPO Rendah, Stok Dalam Negeri Meningkat, dan Harga TBS Anjlok
Konsumsi CPO dalam negeri mengalami peningkatan.
Jakarta, FORTUNE - Kinerja ekspor produk minyak sawit Indonesia April 2022 mencapai 2.018 ribu ton atau lebih rendah dari realisasi ekspor April 2021 yang 2.636 ribu ton. Rendahnya ekspor disebabkan upaya pemerintah menambah pasokan minyak goreng dalam negeri lantaran tingginya harga minyak goreng.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Mukti Sardjono, mengatakan harga CPO Cif Rotterdam pada April US$1.719, turun dari US$1.813 pada Maret.
"Sejalan dengan harga, nilai ekspor turun dari US$3.513 juta pada bulan Maret menjadi US$3.435 juta pada bulan April. Berdasarkan negara tujuan, penurunan ekspor terjadi untuk tujuan ke Pakistan, USA, Cina dan India sedangkan ekspor ke Belanda, Rusia dan Bangladesh naik," ujar Mukti dalam pernyataannya, Kamis (24/6).
Konsumsi dalam negeri menunjukkan kenaikan dari 1.507 ribu ton pada Maret menjadi 1.751 ribu ton pada April 2022. Kenaikan terbanyak terjadi untuk industri pangan dari 635 ribu ton pada Maret menjadi 812 ribu ton pada April, produk biodiesel juga naik dari 1507 ribu ton pada Maret menjadi 1.751 ribu ton pada April.
Produksi CPO meningkat
Dalam hal produksi, terjadi kenaikan produksi CPO sebesar 100 ribu ton dari 3.782 ribu ton pada Maret menjadi 3.882 ribu ton pada April, sedangkan produksi PKO naik dari 368 ribu ton menjadi 373 ribu ton.
Dengan produksi, konsumsi dan ekspor tersebut, Mukti menyampaikan, diperkirakan stok minyak sawit pada April 2022 mencapai 6.103 ribu ton, naik dari 5.683 ribu ton pada bulan Maret.
“Dengan cuaca yang relatif mendukung dan harga yang tinggi, momentum kenaikan produksi harus dijaga agar penerimaan mencapai hasil optimal. Selain itu, kenaikan stok perlu diwaspadai untuk mencegah penuhnya tangki akibat larangan ekspor. Apabila tangki penuh, maka PKS akan berhenti beroperasi yang akan berakibat pada tidak adanya pembelian TBS petani," ujarnya.
Tapi harga TBS di petani anjlok
Tak merasakan manisnya harga CPO global, para petani mengaku harga tandan buah segar atau TBS sawit kian jeblok tepat sebulan larangan ekspor crude palm oil (CPO) dicabut oleh Presiden Joko Widodo. Harga TBS sawit di Pasamanan Barat, Sumatera Barat, misalnya, kini di level Rp600 per kilogram.
"Ini sudah sangat luar biasa, sawit yang jadi komoditas ekspor seperti tidak ada harganya sama sekali," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, Kamis (23/6).
Menurut Henry, harga TBS sawit yang diterima para petani SPI di wilayah lain juga kompak mengalami tren penurunan yang signifikan. Bahkan di Tanjung Jabung Timur, harga TBS di bawah Rp500 per kilogram.
"Kalau aksesnya jauh dari jalan. Ini kan sudah kelewatan. Laporan hari ini ada yang sampai Rp300 per kilogram," ujarnya.
Petani menjerit
Ia menyebutkan pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan responsif dan solutif karena saat ini termasuk situasi darurat. "Petani sawit sudah menjerit, sudah pada titik nadir, harga TBS jauh di bawah harga impasnya. Ini artinya petani sudah sangat merugi, keterlaluan," ucap Henry.
Dia menilai terjun bebasnya harga TBS ini karena Indonesia berada di bawah cengkeraman korporasi global sawit. Pemerintah, menurut dia, harus membangun sistem persawitan di Indonesia yang tidak tergantung dari pasar internasional yang dikuasai oleh korporasi-korporasi global. Alhasil, hajat hidup petani, orang banyak, dikuasai oleh cukong-cukong transnasional perseorangan.
SPI juga meminta pemerintah melalui penegak hukum agar menindak perusahaan sawit yang membeli TBS di bawah harga pemerintah. Dengan begitu, jika ada pabrik kelapa sawit (PKS) yang membeli dengan TBS petani dengan harga rendah, dapat langsung ditindak.
"Bukan tidak memungkin agar PKS tersebut ditutup, lalu diambil alih oleh pemerintah," kata Henry.