NEWS

Sempat Tak Dilirik, Kini Kakao Menjadi Andalan Desa Nglanggeran

Kakao jadi komoditas andalan di desa eksotis ini.

Sempat Tak Dilirik, Kini Kakao Menjadi Andalan Desa NglanggeranKebun kakao milik petani di kebunnya Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Kamis (2/5). (Eko Wahyudi/Fortune Indonesia)
06 May 2024

Fortune Recap

  • Seorang petani kakao, Heri, mengalami peningkatan pendapatan setelah harga jual kakao naik drastis.
  • Pasar ekspor kakao Desa Nglanggeran mengalami tren positif dengan peningkatan permintaan dari Swiss.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

DI. Yogyakarta, FORTUNE - Desa Nglanggeran memiliki daya tarik khas. Dengan lahan hijau yang luas serta dikelilingi pegunungan karst yang menjulang, desa tersebut menawarkan pemandangan yang memesona siapa saja yang mengunjunginya. 

Berlokasi 25 kilometer di sebelah tenggara Kota Yogyakarta, Nglanggeran tidak hanya bermodal pemandangan alam yang menakjubkan, tetapi juga percaya diri komoditas unggulannya: Kakao.

Di sana, kebun-kebun kakao dapat ditemukan sejauh mata memandang. Keberadaannya melimpah karena komoditas tersebut merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian penduduknya. Kakao dari kawasan itu dikenal karena kualitasnya yang premium dan sangat dicari pasar internasional.

Seorang petani kakao di desa itu, yakni Heri, 29 telah merasakan manisnya membudidayakan kakao. Dari sisinya, kako telah memberikan pemasukan tambahan. Padahal, dulu pernah patah arang karena harga jual komoditas itu yang tidak seberapa.

“Dulu kakao tidak dilirik karena harganya sangat murah sekali. Paling mahal hanya dihargai Rp10.000–15.000 per kilogram,” kata dia saat ditemui di kebunnya di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, DI Yogyakarta, Kamis (2/5).

Dia mengenang banyak warga masih malu untuk mengemban profesi sebagai buruh tani di kebun kakao. Sebab, komoditas ini tidak memberikan keuntungan yang cukup bagi para penggarapnya.

Bahkan, dia sempat ingin membabat habis pohon kakao miliknya, dan menggantinya dengan pohon alpukat yang lebih punya nilai jual. Namun, niat itu diurungkan karena nilai ekonomi kakao berangsur membaik.

“Setelah mendapatkan manfaatnya [dengan harga jual yang tinggi], baru merasakan,” kata Heri. 

Terdongkraknya pamor kakao dalam beberapa tahun belakangan membuat Heri bungah. Kakao dari daerah mereka dicari banyak pebisnis dari luar negeri. Untuk kakao kering yang telah melalui proses fermentasi, harganya bisa mencapai Rp120.000 per kilogram.

Pada 2023, terjadi kelangkaan pada produksi kakao global. Namun, Desa Nglanggeran justru dapat berkah karena jadi beroleh peningkatan permintaan dari Swiss.

Related Topics