NEWS

ADB Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,2%

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia terkoreksi.

ADB Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,2%ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww

by Hendra Friana

21 July 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Asian Development Bank (ADB) menaikkan prakiraan pertumbuhan untuk Indonesia menjadi 5,2 persen di tahun ini. Revisi tersebut disebabkan stabilitas permintaan dalam negeri dan pertumbuhan ekspor yang dinilai cukup baik. 

Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sebelumnya 5 persen, pada April 2022, itu terangkum dalam laporan Asian Development Outlook (ADO) Supplement.

Dalam edisi tambahan dari publikasi tersebut, ADB juga ini menaikkan proyeksi pertumbuhan Asia Tenggara dari 4,9 persen menjadi 5 persen.

Sementara di tahun depan, ADB memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,3 persen dan inflasi yang lebih rendah yakni 3,3 persen.

“Kegiatan ekonomi di Indonesia terus berangsur normal, sedangkan infeksi Covid-19 masih terkendali, terlepas dari naikknya jumlah kasus belakangan ini,” kata Jiro Tominaga, Direktur ADB untuk Indonesia, dalam keterangan resminya dikutip Kamis (21/7).

Meski demikian, ADB memperkirakan inflasi di Indonesia akan lebih tinggi tahun ini sebesar 4,0 persen dibandingkan dengan proyeksi ADB pada April yang sebesar 3,6 persen. 

Proyeksi kenaikan inflasi itu disebabkan tingginya harga komoditas yang bisa bertansmisi menjadi inflasi konsumen di dalam negeri. 

“Peningkatan inflasi menurunkan daya beli rumah tangga, tetapi tingginya harga sejumlah komoditas ekspor utama mendatangkan keuntungan berupa penghasilan ekspor dan pendapatan fiskal, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memberi bantuan di tengah kenaikan harga pangan, listrik, dan bahan bakar, sambil tetap mengurangi defisit anggaran," jelasnya.

Pertumbuhan ekonomi Asia terkoreksi

Berbeda dengan Indonesia dan regional Asia Tenggara, proyeksi ADB untuk pertumbuhan ekonomi kawasan Asia—yang mencakup China dan Indiak—justru turun dari 5,2 persen pada April menjadi 4,6 persen di bulan ini. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi itu juga merupakan yang  ketiga kalinya dilakukan ADB untuk kawasan Asia.

Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang Asia itu disebabkan dampak ekonomi dari perang Rusia di Ukraina dan pengetatan suku bunga yang agresif oleh bank-bank sentral global untuk menjinakkan inflasi.

Selain itu, faktor lain yang membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia terkoreksi adalah perlambatan ekonomi China akibat penguncian wilayah untuk menurunkan penularan Covid-19.

"Risiko terhadap perkembangan prospek ekonomi Asia tetap tinggi dan terutama terkait dengan faktor eksternal," kata ADB, mengutip perlambatan substansial dalam pertumbuhan global, pengetatan agresif Federal Reserve AS, dan lonjakan harga-hraga komoditas.

Untuk tahun 2023, kawasan Asia diperkirakan akan tumbuh 5,2 persen, turun sedikit dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,3 persen.

"Dari dalam kawasan, risiko penurunan dapat muncul dari efek yang berpotensi bertahan pada rantai pasokan dari putaran terakhir penguncian (China) dan perlambatan pertumbuhan negara, yang dapat menghambat pengembangan momentum pertumbuhan Asia," kata organisasi pemberi pinjaman multilateral itu.

Khusus untuk China, ADB memperkirakan perekonomian akan tumbuh 4 persen atau turun 1 poin persentase dari perkiraan April. Namun, di tahun depan pertumbuhan diperkirakan kembali naik menjadi 4,8 persen.

Menurut ADB, kawasan Asia Tenggara, Asia Tengah dan Pasifik diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dari yang diproyeksikan, sementara Asia Selatan diperkirakan akan tumbuh lebih lambat karena krisis ekonomi di Sri Lanka dan inflasi yang tinggi di India.

ADB memangkas perkiraan pertumbuhannya untuk Asia Selatan menjadi 6,5 persen dari 7,0 persen tahun ini dan menjadi 7,1 persen dari 7,4 persen pada 2023.

Dengan melonjaknya inflasi yang melanda sebagian besar dunia, ADB meningkatkan perkiraan inflasi Asia Selatan untuk tahun ini dan selanjutnya menjadi 4,2 persen dan 3,5 persen dari masing-masing 3,7 persen dan 3,1 persen. "Tekanan inflasi di kawasan itu, bagaimanapun, lebih rendah daripada di tempat lain di dunia," kata ADB.