Sawit-Kakao Indonesia Bebas Bea ke AS, Paman Sam Bidik Akses Mineral Kritis

- Pemerintah Indonesia mendapat perlakuan tarif istimewa untuk ekspor ke AS, termasuk sawit dan kakao.
- Amerika Serikat mendapat akses terhadap mineral kritis Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan dagang timbal balik.
- Perjanjian ini melanjutkan hasil pertemuan para pemimpin kedua negara pada 22 Juli lalu.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia memastikan produk unggulan ekspor nasional, termasuk minyak kelapa sawit dan kakao, akan mendapatkan perlakuan tarif istimewa dari Amerika Serikat (AS). Sebagai imbal balik strategis, Indonesia sepakat membuka akses bagi AS terhadap pasokan mineral kritis (critical minerals).
Kepastian tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, usai pertemuan bilateral dengan Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (United States Trade Representative/USTR), Jameson Greer, di Washington D.C., Senin (22/12) waktu setempat.
Pertemuan ini menyepakati substansi dokumen Agreement on Reciprocal Tariff (ART). Airlangga menjelaskan negosiasi ini merupakan tindak lanjut instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat penyelesaian payung hukum perdagangan kedua negara.
“Pertemuan berjalan dengan baik. Isu-isu utama dan isu teknis dibicarakan, dan kami mengapresiasi perkembangan perundingan yang telah menyepakati isu-isu krusial dalam teks perjanjian,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual yang disiarkan dari Kedutaan Indonesia di AS waktu setempat.
Seluruh substansi strategis maupun teknis dalam dokumen ART dinyatakan telah final. Tahap selanjutnya adalah penyelarasan bahasa hukum (legal drafting) yang ditargetkan rampung pada rentang 12–19 Januari 2026.
Pemerintah menargetkan dokumen ART dapat ditandatangani secara resmi sebelum akhir Januari 2026 oleh Prabowo dan Presiden AS, Donald Trump. Saat ini, pihak AS tengah mengatur jadwal pertemuan tingkat tinggi kedua kepala negara tersebut.
Kesepakatan ini memperkuat hasil pertemuan pimpinan kedua negara pada Juli lalu, ketika tarif produk Indonesia ke AS dipangkas signifikan dari 32 persen menjadi 19 persen.
Indonesia beroleh pengecualian tarif untuk sejumlah komoditas andalan, yakni minyak sawit, kakao, kopi, dan teh.
Airlangga menegaskan kebijakan ini menjadi katalis positif bagi industri padat karya yang menyerap sekitar 5 juta tenaga kerja di Tanah Air.
Di sisi lain, AS mendapatkan kepastian akses terhadap mineral kritis Indonesia. Komoditas ini sangat dibutuhkan AS untuk mengamankan rantai pasok industri teknologi tinggi dan transisi energi mereka. Selain itu, Indonesia berkomitmen mengatasi hambatan non-tarif melalui langkah deregulasi dan pembentukan Satuan Tugas Debottlenecking.
“Nantinya diharapkan tercapai keseimbangan akses pasar, baik untuk produk Amerika ke Indonesia maupun produk Indonesia ke Amerika,” kata Airlangga.
Meski demikian, Airlangga menekankan perjanjian ART tidak membelenggu kedaulatan kebijakan nasional.
“Tidak ada kebijakan Indonesia yang dibatasi oleh perjanjian ini. Prinsipnya adalah saling menguntungkan dan berimbang,” ujarnya.


















