NEWS

Defisit APBN 2023 Capai Rp347,6 Triliun atau 1,68 Persen PDB

Perekonomian Indonesia dipandang tahan banting.

Defisit APBN 2023 Capai Rp347,6 Triliun atau 1,68 Persen PDBSri Mulyani di acara serah terima BMN Tahap 2 kepada Pemda, Yayasan, Perguruan Tinggi, dan Kementerian Lain. (Doc: Kementerian PUPR)
03 January 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 mencapai Rp347,6 triliun atau 1,65 persen dari PDB. 

Defisit tersebut lebih rendah dari target APBN yang semula dipatok Rp598,2 triliun (2,84 persen PDB) serta target yang telah direvisi dalam Perpres 75/2-23 yang lebih rendah dari sebelumnya, yakni Rp479,9 triliun (2,27 persen PDB).

"Ternyata realisasi kita jauh lebih kecil, yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65 persen. Itu hampir setengahnya dari desain awal,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (2/1).

Realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp2.774,3 triliun atau setara 105,2 persen terhadap target APBN yang telah direvisi menjadi sebesar Rp2.637,2 triliun. Sementara dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp2.635,8 triliun, realisasi pendapatan negara tumbuh 5,3 persen.

Sementara itu, belanja negara telah mencapai Rp3.121,9 triliun atau setara 100,2 persen dari target APBN yang telah direvisi, yakni Rp3.117,2 triliun. Dibandingkan dengan periode sama pada 2023 yang sebesar Rp3.096,3 triliun, belanja negara tahun ini hanya tumbuh 0,8 persen.

Kemudian, pada pos pembiayaan anggaran, pemerintah menyatakan realisasinya mencapai Rp359,5 triliun atau 74,9 persen dari target APBN yang telah direvisi yang mencapai Rp479,9 triliun. Jumlah penarikan pembiayaan tersebut turun 39,2 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp591 triliun.

Dengan posisi tersebut, keseimbangan primer APBN 2023 mengalami surplus Rp92,2 triliun.

Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Menurut Sri Mulyani, surplus keseimbangan primer pada 2023 merupakan yang pertama kalinya sejak 2012.

Resiliensi

Dalam kesempatan tersebut, sang Bendahara Negara juga menyinggung resiliensi perekonomian Indonesia di tengah berbagai gejolak global.

Indonesia merupakan satu dari empat negara yang masih mencatatkan pertumbuhan di atas 5 persen hingga kuartal III-2023, di antara negara-negara G20 dan Asean. Selain Indonesia dengan pertumbuhan 5,2 persen, ada India dengan 6,3 persen, Filipina 5,9 persen, dan Vietnam 5,8 persen.

Hal tersebut ini juga terkonfirmasi dengan kegiatan manufaktur yang pada negara lain mengalami kontraksi lantaran kondisi inflasi dan suku bunga yang tinggi.

"Pasti mereka [industri] mulai melakukan atau terjadi rem atau pelemahan pertumbuhan ekonomi dari demand side, dan itu direspons dari supply side yaitu kegiatan manufaktur mengalami adjustment," katanya.

Sebagai gambaran, indeks manufaktur AS, Jerman, Inggris, Perancis serta Eropa berada pada zona kontraksi, masing-masing 48,2; 43,1; 46,6; 42; dan 44,2.

"Kalau kita lihat yang terkena dampak cukup besar dari kegiatan manufaktur adalah Thailand, Vietnam dan Malaysia yang karena sangat tergantung pada ekspor dan kemudian dia walaupun mendapatkan Capital inflow dari FDI untuk meningkatkan PMI," ujarnya.

Related Topics