NEWS

Fitch Turunkan Rating Utang AS, Ini Dampak ke Perekonomian Indonesia

BI diprediksi kerek suku bunga buat tahan capital outflow.

Fitch Turunkan Rating Utang AS, Ini Dampak ke Perekonomian Indonesiailustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Markus Winkler)
04 August 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Fitch Ratings menurunkan nilai utang pemerintah Amerika Serikat dari peringkat tertinggi, AAA, menjadi peringkat kedua tertinggi, AA+. Penurunan ini dilatari alasan "erosi tata kelola" dan defisit anggaran federal yang melonjak.

"Pengurangan peringkat Amerika Serikat mencerminkan diperkirakannya penurunan fiskal dalam tiga tahun mendatang, beban utang pemerintah yang tinggi dan terus meningkat, serta erosi tata kelola dibandingkan dengan negara-negara rekan dengan peringkat 'AA' dan 'AAA' selama dua dekade terakhir," demikian keterangan lembaga pemeringkat tersebut, dikutip Kamis (3/8).

Utang nasional Amerika Serikat saat ini telah mencapai US$32,67 triliun. Menurut Fitch Rating, angka terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang karena "biaya keamanan sosial dan Medicare yang naik menyusul populasi yang semakin tua." 

Pada 2025, beban utang AS diprediksi akan mencapai 118 persen dari produk domestik bruto (PDB) dibandingkan dengan negara lain dalam peringkat AAA yang sekitar 39 persen.

Meski penurunan peringkat Fitch tidak akan langsung mempengaruhi penjualan atau penerbitan surat utang AS, investor khawatir bahwa pemerintah federal tidak mampu membayar utangnya. 

Hal ini dapat mendorong Federal Reserve untuk menaikkan tingkat suku bunganya dan menarik investor yang kian hati-hati, sehingga meningkatkan biaya pinjaman AS.  

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai kenaikan bunga Fed tidak akan terhindarkan sebab AS masih membutuhkan banyak penerbitan surat utang untuk mengganjal programnya.

Tak hanya disebabkan penurunan rating Fitch, potensi kenaikan suku bunga Fed juga dipengaruhi inflasi dalam negeri AS yang belum mencapai target.

Suku bunga Fed telah naik signifikan dari 0,25 persen pada 2021 menjadi 5,5 persen pada saat ini.

Pemerintah, menurutnya, perlu mewaspadai hal ini. Sebab, dengan suku bunga dan yield obligasi yang lebih tinggi—plus rating surat utang yang lebih baik—investor akan keluar dari pasar berkembang, termasuk Indonesia.

"Kenaikan suku bunga Fed akan mengkompensasi penurunan Fitch rating. Akhir September bisa sampai 5,75 persen sama kayak kita. Dia sudah nawarkan suku bunga tinggi dan ratingnya lebih tinggi dari kita," ujarnya kepada Fortune Indonesia.

Dengan kondisi demikian, BI diperkirakan bakal turut mengerek suku bunga untuk menjaga stabilitas rupiah. "Ancamannya yang mendesak sekarang adalah nilai tukar. Karena enggak akan kuat BI bermain di pasar uang. Mau enggak mau BI akan naikkan suku bunga," katanya.

Tauhid mengatakan jangkar BI untuk menaikkan suku bunga bukan lagi tingkat imbal hasil (yield) SBN. Terlebih, pemerintah juga mulai mengurangi penerbitan surat utang karena posisi APBN yang masih surplus.

Inflasi, yang kini menjadi indikator penting kebijakan suku bunga BI, dikhawatirkan akan meningkat dengan adanya ancaman El Nino.

"Pemerintah pilihannya sekarang enggak apa-apalah nilai tukar naik dikit, tapi inflasi rendah. Nah, kita lihat nanti kalau inflasi volatile food naik, biasanya inflasi intinya digempur juga sama BI lewat kebijakan suku bunga," ujarnya.

Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Rendy Yusuf Manilet, mengatakan penurunan rating utang AS bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Sebab, tingginya suku bunga Fed bakal berdampak pada pelemahan konsumsi negeri Paman Sam.

Pelemahan perekonomian AS, menurutnya, akan berpengaruh pada ekspor Indonesia mengingat posisi strategis negara tersebut sebagai mitra dagang. "Kalau ekspor turun, dampaknya tentu akan ke dunia usaha, dan ini bisa menekan pertumbuhan ekonomi ke bawah 5 persen," katanya.

Related Topics