NEWS

Gabung OECD, Indonesia Dikhawatirkan Cuma Sokong Industri Negara Maju

Kontribusi ekspor RI ke rantai nilai global masih rendah.

Gabung OECD, Indonesia Dikhawatirkan Cuma Sokong Industri Negara MajuNegara anggota OECD. (OECD.org)
29 February 2024

Fortune Recap

  • Indonesia perlu mengubah struktur ekspor untuk bergabung dengan OECD
  • Partisipasi Indonesia dalam global value chain masih rendah
  • Proses aksesi Indonesia ke OECD berlangsung cepat
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Bergabungnya Indonesia sebagai anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dianggap takkan membawa banyak keuntungan jika struktur ekspor nasional tidak diubah.

Pasalnya, hampir semua negara anggota OECD memiliki kontribusi besar dalam rantai pasok global, dan memproduksi barang-barang jadi atau final goods.

Indonesia hingga saat ini masih mengekspor barang setengah jadi bahkan seperempat jadi, dan memiliki kontribusi yang rendah dalam rantai nilai global.

Hal tersebut disampaikan oleh seorang peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, dalam diskusi publik bertajuk "Untung Rugi Indonesia masuk OECD", Kamis (29/2).

"Kalau masih seperti sekarang, dikhawatirkan kita hanya menjadi penyokong bahan baku negara-negara industri yang nilai tambah industrinya lebih tinggi, mengingat OECD banyak yang negara-negara industri maju. Mereka punya inovasi yang khawatirnya kita hanya men-support. Jadi, harus ada perubahan fundamental dalam struktur ekspor," ujarnya.

Heri menjelaskan berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), partisipasi Indonesia dalam global value chain (GVC) hanya sekitar 43,5 persen. Angka tersebut tergolong rendah dibandingkan negara berkembang maupun negara maju.

Partisipasi Indonesia dalam GVC sendiri lebih didominasi oleh forward participation sebesar 31,5 persen dan backward participation 12 persen. Rendahnya tingkat partisipasi ini disebabkan oleh banyaknya produksi intermediate goods yang diolah kembali oleh negara lain menjadi barang final yang bernilai tambah tinggi. Akibatnya, nilai tambah yang tercipta di dalam negeri sangat rendah.

Ini terlihat dari data nilai tambah domestik Indonesia yang masih bergerak pada kisaran US$177 miliar hingga US$219,98 miliar dalam kurun 2015-2020.

Angka tersebut berada jauh di bawah negara-negara OECD yang berkisar US$3,5 triliun hingga US$4,2 triliun pada kurun sama. 

"Indonesia masih bergantung sama ekspor komoditas meskipun saat ini beberapa ekspor komoditas mentah sudah dilarang," katanya.

Meski demikian, Indonesia berpeluang meningkatkan kontribusinya ke dalam rantai nilai global jika mampu menjalin kerja sama strategis dengan negara-negara OECD. Pasalnya, negara-negara tersebut menguasai keahlian dan teknologi yang lebih maju, tetapi tidak memiliki bahan baku yang melimpah seperti Indonesia.

"Kalau lihat struktur ekspor kita di dunia, Indonesia dipandang sebagai negara yang kontribusi terhadap rantai pasoknya rendah. Kita harapkan dengan bergabung ke OECD bisa meningkatkan peran dalam rantai pasok global," ujarnya.

Aksesi Indonesia ke OECD diproses 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan Indonesia menjadi negara dengan proses persetujuan aksesi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) paling cepat, yakni hanya tujuh bulan.

Dewan OECD telah memutuskan untuk membuka diskusi aksesi dengan Indonesia sejak 20 Februari 2024.

Dengan adanya keputusan diskusi aksesi, kata Airlangga, langkah berikutnya akan ditempuh melalui penyusunan rencana kerja aksesi yang dimulai dengan memetakan kesenjangan kebijakan Indonesia dengan standar OECD.

Rencana kerja aksesi yang telah disusun tersebut rencananya akan diluncurkan pada Pertemuan Tingkat Menteri OECD pada Mei 2024.

“Kami berharap proses menjadi anggota OECD ini bisa diselesaikan dalam waktu 2-3 tahun. Beberapa negara yang berpengalaman masuk dalam 3 tahun, antara lain Cile, Estonia, Slovenia, Latvia, Lithuania,” kata Airlangga dalam keterangannya, Rabu (28/2).

Proses aksesi OECD merupakan proses ketika 38 negara anggota meninjau secara mendalam calon negara kandidat dari berbagai aspek sebelum dapat diterima sebagai anggota resmi.

Airlangga mengatakan 33 perwakilan negara anggota OECD telah menyampaikan dukungan bagi Indonesia terhadap proses diskusi aksesi yang akan berlangsung

Related Topics