Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp132,2 Triliun Hingga Mei 2024
Penarikan utang baru lebih rendah 12,2 persen yoy.
Fortune Recap
- Pemerintah mencatat penarikan utang baru mencapai Rp132,2 triliun hingga Mei 2024.
- Realisasi pembiayaan utang turun 12,2% yoy dengan penerbitan SBN neto turun 2% dan pembiayaan non utang naik 49,2%.
- Posisi APBN 2024 defisit Rp21,8 triliun atau 0,10% terhadap PDB karena pendapatan negara turun 7,1% dan belanja negara tumbuh 14% yoy.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah telah menarik utang baru Rp132,2 triliun hingga Mei 2024. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, realisasi pembiayaan utang turun 12,2 persen jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy), dengan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada tahun sebelumnya.
Secara terperinci, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto turun 2 persen, dengan realisasi nilai Rp141,6 triliun pada periode tersebut. Sementara, pembiayaan non utang naik 49,2 persen menjadi Rp47,6 triliun.
Dengan demikian, total realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Mei 2024 mencapai Rp84,6 triliun atau turun tajam sebesar 28,7 persen yoy.
Pembiayaan anggaran berhasil ditekan berkat konsistensi pemerintah dalam pengelolaan fiskal yang hati-hati sejak pandemi Covid-19 pada 2020 hingga masa pemulihan.
“Kami terus menjaga dan mengantisipasi adanya normalisasi seperti ini, dan ini terjadi, sehingga ini adalah dampak dari kehati-hatian kita menjaga APBN selama beberapa tahun terakhir yang dirasakan manfaatnya hari ini,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (28/6).
Ia juga memastikan pengelolaan pembiayaan anggaran akan terus dilakukan secara prudent dan antisipatif agar bisa melindungi APBN, termasuk pada situasi tekanan penerimaan negara, kenaikan belanja negara, dan guncangan perekonomian global.
“[Langkah tersebut diambil] untuk bisa melindungi SBN Indonesia agar tidak mengalami tekanan yang sifatnya besar dan tidak rasional. Ini adalah cara kita mengelola APBN secara hati-hati,” kata Sri Mulyani.
Posisi APBN 2024 hingga akhir Mei lalu mengalami defisit Rp21,8 triliun atau sekitar 0,10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu berbalik dari posisi akhir bulan sebelumnya yang surplus Rp75,7 triliun atau 0,33 persen terhadap PDB.
Defisit disebabkan pendapatan negara yang baru mencapai Rp1.123,5 triliun atau 40,1 persen dari target APBN. Sementara belanja negara telah mencapai Rp1.145,3 triliun atau 34,4 persen dari PDB. Dibandingkan tahun lalu, penerimaan negara turun 7,1 persen sedangkan belanja negara tumbuh 14 persen.
"Posisi APBN hingga akhir Mei adalah keseimbangan primer masih membukukan positif atau surplus Rp184,2 triliun, namun total anggaran kita membukukan defisit Rp21,8 triliun atau 0,10 persen dari PDB," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan penurunan penerimaan negara disebabkan oleh baseline kinerja pada tahun lalu yang ditopang oleh tingginya harga komoditas.
"Kenaikan harga terutama pada tahun 2022 dari komoditas-komoditas itu luar biasa tinggi sehingga membukukan penerimaan dari sisi perpajakan maupun PNBP yang cukup tinggi. Ini tentu sesuatu yang perlu kita monitor dan waspadai," katanya.