NEWS

Putin Paksa Negara-negara "Tak Bersahabat" Beli Gas Rusia Pakai Rubel

Putin beri seminggu ke bank sentral jalankan kebijakan ini.

Putin Paksa Negara-negara "Tak Bersahabat" Beli Gas Rusia Pakai RubelPresiden Rusia Vladimir Putin
24 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Vladimir Putin akan menerapkan skema pembayaran menggunakan Rubel untuk tiap kontrak pembelian gas oleh negara-negara yang ia anggap "tidak bersahabat". Negara-negara itu dianggapnya ikut bertanggung jawab atas rentetan sanksi ekonomi terhadap Rusia.

Dikutip dari Fortune.com, Putin memberi waktu seminggu kepada bank sentral Rusia dan pemasok gas seperti Gazprom untuk menerapkan kebijakan baru tersebut. Sebagai catatan, pada kuartal ketiga 2021, sekitar 58 persen dari penjualan gas Gazprom kepada negara lain dilakukan dalam mata uang euro, dan 39 persen lainnya dalam dolar AS.

Putin berpendapat bahwa negara-negara pengguna dolar dan euro sekarang "berkompromi" karena sanksi yang mereka terapkan berupa pembekuan kepemilikan valuta asing Rusia di bank-bank luar negeri berdampak terhadap cadangan devisa.

Strategi memainkan Rubel dalam transaksi perdagangan tersebut dapat memberikan tekanan pada ekonomi Eropa, yang mendapatkan sekitar 40 persen dari gas alam mereka dari Rusia. Uni Eropa tidak melarang minyak dan gas Rusia, meskipun berjanji untuk mengurangi impor gas Rusia hingga dua pertiga pada akhir tahun.

Jepang—negara lain yang "tidak ramah"—juga tercatat mengimpor gas alam cair (LNG) dari Rusia. Karena itu mereka mengesampingkan larangan impor gas dari sanksi ekonomi yang diterapkan kepada negara Rusia.

Hampir 9 persen impor LNG Jepang pada tahun 2021 berasal dari negeri Beruang Merah, di mana sebagian besarnya dari proyek Sakhalin-2 di Timur Jauh Rusia. 

Pada Kamis (24/3) pagi, menteri keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengatakan bahwa dia tidak "cukup mengerti" apa maksud Rusia dengan perintah pembayaran rubel, atau bagaimana Rusia akan melaksanakannya.

Membangkitkan rubel

Vinicius Romano, analis senior Rystad Energy, dalam catatan analisnya menilai perintah Putih tersebut sebagai upaya menopang rubel. Dengan memaksa pembeli gas untuk membayar dengan Rubel, ia bisa menyelamatkan mata uang negaranya yang sebelumnya jatuh bebas .

Komoditas energi, bagi Putin, adalah satu-satunya jalur kehidupan bagi ekonomi negaranya yang semakin terisolasi. Terbukti, sejak mengandalkan komoditas tersebut, pelemahan Rubel telah berkurang dari sebelumnya 40 persen setelah invasi Rusia ke Ukraina, menjadi hanya sekitar 25 persen dari posisi sebelum inflasi.

Mata uang tersebut sempat menguat ke level tertingginya selama tiga pekan, yakni 95 rubel per dolar AS, di tengah berita tentang perintah Putin.

Harga gas alam di Eropa juga melonjak, dengan beberapa harga gas meningkat lebih dari 30 persen ke atas 132 euro per megawatt-jam.

Permintaan rubel Putin mungkin juga merupakan bukti upaya Rusia untuk menemukan solusi bagi sanksi Barat—meminimalkan pengaruhnya terhadap ekonomi Rusia dan mungkin mengalihkan beberapa dampak dari sanksi ekonomi ke ekonomi dan perusahaan Barat.

Timothy Ash, ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management, mengatakan kepada Politico bahwa Putin "ingin memaksa Barat—jika mereka ingin melanjutkan impor energi dari Rusia—untuk bertransaksi dengan entitas Rusia."

Dengan asumsi Rusia berhasil memaksa pembayaran rubel, importir gas asing perlu membeli mata uang Rusia dari suatu tempat untuk membeli energi. Importir bisa mendapatkan rubel dari bank sentral Rusia, bank Rusia lainnya, atau dari penjualan barang ke Rusia. Namun demikian, sanksi ekonomi membuat transaksi tersebut sulit, jika bukan tidak mungkin.

Related Topics