Sejumlah Fraksi di DPR Tolak PPN Sembako, Kesehatan, dan Pendidikan
DPR kritik perluasan PPN untuk sembako hingga pendidikan.
Jakarta, FORTUNE - Sejumlah fraksi di DPR menolak rencana perluasan objek pajak pertambahan nilai (PPN) dalam reformasi perpajakan yang tengah dicanangkan pemerintah. Hal tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di Komsisi XI, Senin (13/9).
Penolakan tersebut ditujukan terutama pada pengenaan PPN atas sembako, jasa pendidikan dan kesehatan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, berpandangan bahwa pemerintah harus mengecualikan pungutan pajak bagi sembako, jasa pelayanan pendidikan, kesehatan, hingga keagamaan.
Pasalnya, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) DPR dan pemerintah sudah memutuskan untuk tidak mengenakan pungutan apapun atas layanan dasar, termasuk pendidikan hingga jasa kesehatan.
"Fraksi PKS dengan tegas mengatakan bahwa tidak bisa menerima pengenaan PPN atas kebutuhan pokok yang mendasar atau lebih dikenal dengan sembako. Fraksi PKS juga tidak bisa menerima pengenaan PPN atas jasa pendidikan dan jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial dan jasa pelayanan keagamaan," kata anggota Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam dalam rapat tersebut.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Ahmad Najib Qodratullah. Menurutnya, pengenaan PPN untuk jasa pendidikan dapat membuat anak-anak di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) kehilangan potensi untuk maju dan berkembang.
"Menurut Partai Amanat Nasional, hal ini perlu ditelaah dan dikaji lebih lanjut. Terlebih ketentuan untuk tarif PPN sekolah dan lembaga pendidikan jangan sampai justru menjadikan sekolah sekolah dan lembaga pendidikan khususnya di daerah 3T menjadi tidak berdaya dan kehilangan potensi untuk maju," jelasnya.
Kemudian, anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Vera Febyanthy meminta pemerintah tak mengubah ketentuan pengecualian PPN untuk sembako, jasa pendidikan, serta kesehatan dan mengembalikannya ke ketentuan yang telah ada saat ini.
"Kami berpendapat ketiga hal yang menjadi hajat hidup orang banyak itu masih membutuhkan penjelasan, namun Fraksi Partai Demokrat menolak terhadap pengenaan terhadap pajak sembako kesehatan serta pendidikan. Itu salah satu yang menjadi perhatian kami sehingga kami menolak dan meminta dikembalikan kepada undang-undang sebelumnya yang sudah eksisting," tuturnya.
Sementara anggota Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, meminta pemerintah memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat sebelum menerapkan perluasan PPN. Hal ini untuk memastikan bahwa masyarakat dan dunia usaha tidak tertimpa beban yang terlalu berat ketika ekonomi mereka belum sepenuhnya pulih dari dampak-dampak pandemi.
"Fraksi partai Golkar berharap waktu pemberlakuan reformasi perpajakan ini dapat didesain lebih longgar dan fleksibel agar dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan pandemi dan pemulihan ekonomi global maupun domestik," jelasnya.
Penjelasan Sri Mulyani
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan mekanisme pengenaan PPN terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Menurutnya, dengan skema PPN multitarif yang nantinya diterapkan, PPN untuk barang dan jasa tersebut bisa lebih rendah dari tarif normal atau bahkan tidak dipungut sama sekali.
Ia juga memastikan bahwa masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi untuk mewujdkan asas keadilan dalam sistem perpajakan.
"Karena bisa saja bicara hal yang sama yaitu makanan pokok, pendidikan, dan kesehatan karena range dari konsumsi ini bisa dari yang sangat basic sampai yang paling sophisticated menyangkut pendapatan atau tingkat pendapatan yang sangat tinggi,” ucapnya.
Untuk jasa kesehatan, misalnya, pengenaan PPN akan diterapkan bagi layanan yang pembayarannya tidak melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional seperti jasa klinik kecantikan, estetika, hingga operasi plastik yang sifatnya non-esensial.
"Untuk peningkatan peran masyarakat dalam sistem jaminan kesehatan nasional, treatment ini akan memberikan insentif masyarakat dan sistem kesehatan masuk sistem JKN," kata Sri Mulyani
Lalu, untuk jasa pendidikan, pengenaan PPN akan diarahkan pada layanan yang sifatnya komersial serta diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal seperti dipersyaratkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian, sekolah seperti madrasah dan yang lainnya tidak akan dikenakan pajak tersebut.
"Ini juga untuk membedakan terhadap jasa pendidikan yg diberikan secara masif oleh pemerintah maupun lembaga sosial lain dibandingkan yang mencharge dengan tuition atau SPP yang luar biasa tinggi," pungkasnya.