NEWS

Sri Mulyani Kaget Banyak Anak Muda Mau Jadi 'YouTuber'

Pendidikan anak muda di Indonesia sangat rendah.

Sri Mulyani Kaget Banyak Anak Muda Mau Jadi 'YouTuber'Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan Republik Indonesia) - Sesi Pembukaan Indonesia Millennial and Gen-Z Summit 2023
30 November 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku terkejut dengan banyaknya anak muda yang bermimpi menjadi 'YouTuber'. Menurutnya, cita-cita tersebut takkan berkelanjutan dan kerap kali hanya berujung pada popularitas sesaat.

Dia mengungkapkan opininya tersebut saat berbicara dalam acara Capturing Golden Momentum Towards Indonesia Emas 2045 - Indonesia-Europe Investment Summit 2023, Kamis (30/11).

"Content creator mungkin sesuatu yang, ya, menurut saya ini bisa cukup memberikan ketenaran instan dan mungkin juga sejumlah uang. Ini benar-benar situasi yang menggemparkan dan mengejutkan. Dan saya tahu tujuan dan impian seperti itu tidak akan berkelanjutan," ujarnya.

Di samping itu, tidak semua orang ingin membuka platform YouTube hanya untuk melihat orang lain bercerita tentang aktivitas harian atau pengalaman-pengalaman pribadi penggunggahnya.

"Tidak semua orang mau membuka YouTube dan Anda menyapa, 'hai saya baru bangun tidur. Saya bermimpi sangat buruk hari ini, dan hari ini saya sarapan dan Anda tahu sarapan ini sangat tidak enak.' Dan Anda hanya menceritakan siaran langsung Anda setiap hari," katanya.

Masalah demografi

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa Indonesia tengah dihadapkan pada masalah fundamental berupa demografi muda berpendidikan rendah. Oleh karena itu, perhatian pemerintah untuk mengisi kesenjangan pendidikan pada usia muda tersebut menjadi salah satu hal yang penting. 

"Demografi kami  tergolong muda, namun demografi tersebut juga memerlukan investasi yang besar. Kebanyakan dari mereka hanya berpendidikan SD dan SMP dan mulai memasuki dunia kerja. Jadi, angkatan kerjanya adalah generasi muda yang seharusnya positif, namun generasi muda tersebut tidak berpendidikan dan kurang berketerampilan. Itu menjadi masalah," ujarnya.

Dia juga menyampaikan keresahannya soal perkembangan teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi mengotak-kotakkan masyarakat berdasarkan preferensinya.

"Kita sebenarnya sudah diatur secara sistematis oleh AI. Saya hanya bertemu dengan orang-orang yang ada di cluster saya. Dan kemudian cluster ini hanya berada di antara cluster tersebut, dan tiba-tiba Anda merasa terasing, dengan orang lain," katanya.

Pada skala lebih luas, dia juga khawatir perkembangan AI justru dapat mengganggu keberlanjutan dan merusak kualitas demokrasi Indonesia.

"Indonesia adalah sistem demokrasi terbuka seperti Eropa, sama seperti AS. Namun, demokrasi dengan intervensi AI seperti ini, saya harus mengatakan kita harus sangat berhati-hati dalam hal keberlanjutan dan kualitas demokrasi," ujarnya.

Related Topics